Selasa, 21 Mei 2013

Resensi Rogoh Ah...


Hikmah di Balik Kekonyolan
Oleh Achmad Marzuki
Pegiat Farabi Institute, Anggota CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang

Kalau mau diperhatikan dengan jujur, ada banyak kekonyolan yang terjadi di sekeliling kita. Dari kejadian yang paling serius, seperti kondisi perpolitikan tanah air hingga kegiatan pribadi yang bahkan tiap orang melakukannya. @edi_akhiles atau Edi Mulyono dalam buku berjudul Rogoh Ah... Kelakuan Aku, Kamu, dan Dia terbitan Laksana (PT Diva Press) ini memaparkan hikmah-hikmah di balik kehidupan keseharian masyarakat yang terjadi di Indonesia. Penuturannya pun berbeda dengan buku-buku hikmah lainnya. Edi meraciknya dalam bingkai bahasa guyon dan konyol.
Judul buku tersebut diambil dari salah satu tema dalam buku ini. Yaitu menceritakan tentang seseorang yang ingin sekali merogoh sesuatu yang ada di antara kedua pahanya. Tokoh yang dipakai adalah orang pertama, jadi pembaca seolah-olah sedang membaca kisahnya sendiri. Tokoh aku ini tidak tahan lagi untuk merogohnya, padahal dia sedang berada di wilayah publik dan banyak orang. Tetapi getaran yang terjadi di antara kedua pahanya semakin menjadi-jadi. Tokoh aku ini kalah dengan godaan tersebut dan akhirnya memasukkan tangannya ke saku bagian depan. Ternyata tokoh aku ini sedang duduk mendengarkan khutbah Jumat dan masih bermain dengan handphonenya yang terus bergetar. (hlm 7-13)
Membaca satu tema saja tidak akan merasa puas. Judul kecil yang diambil oleh Edi selalu terlihat aneh, konyol, dan merangsang untuk dibaca. Orang yang membaca sub judul kecil harus membacanya hingga tuntas. Karena jika tidak, pemahaman tentang satu tulisan tersebut akan salah tafsir. Lihat saja berikut ini adalah beberapa judul kecil yang dipilih Edi; Rogoh Nggak Ya...?, Cara Kita Mengenali Gajah, Jambul Khatulistiwa, Katanya Sih Begitu, Membeli Otak Orang Indonesia, Toiletmu Adalah Wajahmu dan masih ada 33 lainnya.
Walau dilihat dari judulnya terlihat main-main, tetapi sebenarnya Edi ingin memberikan pemahaman pada pembaca dengan humor. Sehingga tanpa sadar pembaca telah menyerap hikmah tanpa merasa digurui. Pembaca mendapat pelajaran dari bacaan yang menghibur bukan mengubur. Dalam cerita ketiga, Cara Kita Mengenali Gajah, dikisahkan ada tiga orang buta yang dikenalkan pada hewan yang bernama gajah. Karena mereka buta, tentu sentuhan menjadi satu-satunya cara untuk mengenali hewan bernama gajah.
Sayangnya, ketiga orang tersebut meraba di tempat yang berbeda. Orang pertama mendefinisikan bahwa gajah adalah hewan yang bentuknya bulat dan panjang. Ini karena dia memegang belalai gajah. Orang kedua bilang bahwa gajah bulat dan besar. Orang kedua memegang perut gajah. Sedangkan orang ketiga memegang telinga gajah. Walhasil gajah adalah binatang tipis dan lebar. Jawaban dari tiga orang buta ini semuanya benar, hanya saja jawaban mereka kurang komprehensif. Tetapi jika digabungkan maka terbentuklah definisi yang lengkap.
Artinya sebuah pemahaman seseorang tidak dapat disalahkan secara langsung. Karena tiap orang pasti memiliki pandangan yang berbeda. Siapa tahu dia melihat dari sisi kanan, dan saya dari depan. Tentu hasilnya akan berbeda. Hikmah yang dapat diambil adalah untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya kita memerlukan bantuan orang lain. Ungkapan manusia makhluk sosial sangat benar sekali. Bahwa tidak ada satu manusia pun yang dapat hidup mandiri dalam artian benar-benar sendiri.
“Kalau mau transpalansi otak jangan pakai otak orang Jepang atau Jerman, karena otak mereka sudak banyak dipakai. Tapi pakailah otak orang Indonesia, mereka masih jarang memakainya” (hlm. 100). Anekdot ini bisa dibilang anekdot simalakama. Kata-kata yang konyol tapi menyesakkan. Otak yang sering dipakai artinya si pemilik selalu berpikir dan sebaliknya. Padahal semua tahu bahwa manusia menjadi istimewa sebab dikaruniai akal. Dan cara kerja akan adalah untuk berfikir. Pada anekdot ini, Edi menyindir kita untuk selalu menggunakan kejeniusan otak masyarakat Indonesia.
Dianalisis lebih dalam lagi, manusia memiliki dua hal yang berharga; otak dan (kesehatan) badan. Kedua hal ini selalu menjadi andalan manusia untuk mencukupi konsumsi perutnya. Kalau mau dibandingkan lebih berharga mana hasil kerja otak atau hasil kerja badan (otot). Tentu lebih berkualitas hasil kerja otak. Tetapi harus diingat semua manusia diberikan otak yang sama. Jumlah sel sarafnya juga sama, cara kerjanya juga sama, yang membedakan adalah bagaimana seseorang mengembangkan potensi luar biasa dari otak kita.
Edi sungguh meracik obrolan ringan menjadi sangat bermakna penuh hikmah. Buku ini cocok bagi orang-orang yang merasa gaul, karena tutur tulisan yang disajikan sangat berbau bahasa pergaulan. Tidak seperti buku hikmah yang biasanya kaku dan mencekam. Membaca buku ini seperti membaca kitab tasawud klasik, al-hikam. Walau ini cukup berlebihan tetapi makna dari isi buku sama dengan al-hikam, yaitu menumbuhkan pribadi yang selalu sadar akan keadaan sekitar.
Data Buku;
Judul : Rogoh Ah... Kelakuan Aku, Kamu, dan Dia
Penulis : @edi_akhiles (Edi Mulyono)
Penerbit : Laksana (PT Diva Press), Jogjakarta
Cetakan : Pertama, Januari 2013
Tebal : 228 halaman

*Pernah tayang di Radarseni.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar