Hikmah di Balik Kekonyolan
Oleh Achmad Marzuki
Pegiat Farabi Institute, Anggota CSS
MoRA IAIN Walisongo Semarang
Kalau mau diperhatikan dengan jujur, ada banyak kekonyolan yang
terjadi di sekeliling kita. Dari kejadian yang paling serius, seperti kondisi
perpolitikan tanah air hingga kegiatan pribadi yang bahkan tiap orang
melakukannya. @edi_akhiles atau Edi Mulyono dalam buku berjudul Rogoh Ah...
Kelakuan Aku, Kamu, dan Dia terbitan Laksana (PT Diva Press) ini memaparkan
hikmah-hikmah di balik kehidupan keseharian masyarakat yang terjadi di Indonesia.
Penuturannya pun berbeda dengan buku-buku hikmah lainnya. Edi meraciknya dalam
bingkai bahasa guyon dan konyol.
Judul buku tersebut diambil dari salah satu tema dalam buku ini.
Yaitu menceritakan tentang seseorang yang ingin sekali merogoh sesuatu yang ada
di antara kedua pahanya. Tokoh yang dipakai adalah orang pertama, jadi pembaca
seolah-olah sedang membaca kisahnya sendiri. Tokoh aku ini tidak tahan lagi
untuk merogohnya, padahal dia sedang berada di wilayah publik dan banyak orang.
Tetapi getaran yang terjadi di antara kedua pahanya semakin menjadi-jadi. Tokoh
aku ini kalah dengan godaan tersebut dan akhirnya memasukkan tangannya ke saku
bagian depan. Ternyata tokoh aku ini sedang duduk mendengarkan khutbah Jumat dan
masih bermain dengan handphonenya yang terus bergetar. (hlm 7-13)
Membaca satu tema saja tidak akan merasa puas. Judul kecil yang
diambil oleh Edi selalu terlihat aneh, konyol, dan merangsang untuk dibaca.
Orang yang membaca sub judul kecil harus membacanya hingga tuntas. Karena jika
tidak, pemahaman tentang satu tulisan tersebut akan salah tafsir. Lihat saja
berikut ini adalah beberapa judul kecil yang dipilih Edi; Rogoh Nggak Ya...?,
Cara Kita Mengenali Gajah, Jambul Khatulistiwa, Katanya Sih Begitu, Membeli
Otak Orang Indonesia, Toiletmu Adalah Wajahmu dan masih ada 33 lainnya.
Walau dilihat dari judulnya terlihat main-main, tetapi sebenarnya
Edi ingin memberikan pemahaman pada pembaca dengan humor. Sehingga tanpa sadar
pembaca telah menyerap hikmah tanpa merasa digurui. Pembaca mendapat pelajaran
dari bacaan yang menghibur bukan mengubur. Dalam cerita ketiga, Cara Kita
Mengenali Gajah, dikisahkan ada tiga orang buta yang dikenalkan pada hewan yang
bernama gajah. Karena mereka buta, tentu sentuhan menjadi satu-satunya cara
untuk mengenali hewan bernama gajah.
Sayangnya, ketiga orang tersebut meraba di tempat yang berbeda.
Orang pertama mendefinisikan bahwa gajah adalah hewan yang bentuknya bulat dan
panjang. Ini karena dia memegang belalai gajah. Orang kedua bilang bahwa gajah
bulat dan besar. Orang kedua memegang perut gajah. Sedangkan orang ketiga memegang
telinga gajah. Walhasil gajah adalah binatang tipis dan lebar. Jawaban dari
tiga orang buta ini semuanya benar, hanya saja jawaban mereka kurang
komprehensif. Tetapi jika digabungkan maka terbentuklah definisi yang lengkap.
Artinya sebuah pemahaman seseorang tidak dapat disalahkan secara
langsung. Karena tiap orang pasti memiliki pandangan yang berbeda. Siapa tahu
dia melihat dari sisi kanan, dan saya dari depan. Tentu hasilnya akan berbeda.
Hikmah yang dapat diambil adalah untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya kita
memerlukan bantuan orang lain. Ungkapan manusia makhluk sosial sangat benar
sekali. Bahwa tidak ada satu manusia pun yang dapat hidup mandiri dalam artian
benar-benar sendiri.
“Kalau mau transpalansi otak jangan pakai otak orang Jepang atau Jerman,
karena otak mereka sudak banyak dipakai. Tapi pakailah otak orang Indonesia,
mereka masih jarang memakainya” (hlm. 100). Anekdot ini bisa dibilang anekdot
simalakama. Kata-kata yang konyol tapi menyesakkan. Otak yang sering dipakai
artinya si pemilik selalu berpikir dan sebaliknya. Padahal semua tahu bahwa
manusia menjadi istimewa sebab dikaruniai akal. Dan cara kerja akan adalah
untuk berfikir. Pada anekdot ini, Edi menyindir kita untuk selalu menggunakan
kejeniusan otak masyarakat Indonesia.
Dianalisis lebih dalam lagi, manusia memiliki dua hal yang
berharga; otak dan (kesehatan) badan. Kedua hal ini selalu menjadi andalan
manusia untuk mencukupi konsumsi perutnya. Kalau mau dibandingkan lebih
berharga mana hasil kerja otak atau hasil kerja badan (otot). Tentu lebih
berkualitas hasil kerja otak. Tetapi harus diingat semua manusia diberikan otak
yang sama. Jumlah sel sarafnya juga sama, cara kerjanya juga sama, yang
membedakan adalah bagaimana seseorang mengembangkan potensi luar biasa dari
otak kita.
Edi sungguh meracik obrolan ringan menjadi sangat bermakna penuh
hikmah. Buku ini cocok bagi orang-orang yang merasa gaul, karena tutur tulisan
yang disajikan sangat berbau bahasa pergaulan. Tidak seperti buku hikmah yang
biasanya kaku dan mencekam. Membaca buku ini seperti membaca kitab tasawud
klasik, al-hikam. Walau ini cukup berlebihan tetapi makna dari isi buku sama
dengan al-hikam, yaitu menumbuhkan pribadi yang selalu sadar akan keadaan
sekitar.
Data Buku;
Judul : Rogoh Ah... Kelakuan Aku, Kamu, dan Dia
Penulis : @edi_akhiles (Edi Mulyono)
Penerbit : Laksana (PT Diva Press), Jogjakarta
Cetakan : Pertama, Januari 2013
Tebal : 228 halaman
*Pernah tayang di Radarseni.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar