Jumat, 31 Mei 2013

Resensi Pandora Bali

Sisi Gelap Pulau Bali
Apa yang Anda pikirkan jika seseorang bertanya tentang Bali? Kata pertama yang mencuat tentulah berupa keindahan alam yang eksotis, pulau surga, turis-turis manca negara, aman, damai, tentram, pantai Kuta, dan pesona kekuatan budaya yang sakral. Namun siapa sangka ternyata  Bali memiliki sisi gelap berupa kegetiran yang penuh paksaan dan berakibat kekerasan.
Keunikan budaya dipadu dengan keeksotisan keadaan alam menjadikan Bali sebagai magnet bagi wisatawan. Tidak hanya wisatawan dari dalam negeri, jutaan turis pun datang untuk menyaksikan langsung kemeriahan budaya masyarakat setempat dalam melakukan tradisi adatnya, seperti upacara melepasroh yang meninggal (pelebon atau ngaben). Keindahan pulau Dewata telah memberi warna paten.
Namun siapa sangka di balik kemeriahan upacara tersebut ternyata ada sisi gelap yang jika disebar-luaskan menjadi hal negative. Semisal masalah pembiayaan pelaksanaanya yang tidak jarang didapat dari utang jutaan rupiah. Bahkan penyelenggaraannya pun bukan niat murni keluarga sohibul musibah tersebut, melainkan keinginan pihak yang dominan.
Buku besutan Nyoman Sukma Arida berjudul Pandora Bali, Refleksi di Balik Gemerlap Turisme mengungkap sisi tersembunyi tersebut. Mulai dari mahalnya biaya untuk upacara agama, ludesnya tanah-tanah Bali dilahap investor, menjamurnya mal di sudut-sudut kota, hingga kerusuhan berkedok kasus adat. Masing-masing dikemas dalam bentuk esai berjumlah 25 artikel yang terangkum dalam buku setebal 166 halaman ini.
Rata-rata esai ditulis dengan menampilkan tokoh-tokoh orang-orang biasa. Diceritakan dengan ilustrasi yang sederhana dan ringan namun penuh makna. Sukma menggambarkan setiap permasalahan dengan cerita-cerita, tokoh yang sangat “Bali”. Misalnya, tokoh Gusti Ayu Cempaka yang bersikeras melangsungkan upacara pelebonan (atau ngaben) untuk suaminya dengan perayaan yang meriah, padahal keadaan ekonomi yang pas-pasan. Pada akhirnya terpaksa meminjam kesana-kemari untuk membuat upacara yang uttamaning utama (upacara yang tingkatannya paling tinggi) hanya demi geng sisemata.
Ada lagi I Lugra, seorang tokoh yang diceritakan berpenghasilan pas-pasan, namun wajib mengeluarkan iuran untuk upacara di Pura-pura, upacara agama di rumah, dan belum lagi biaya hidup sehari-hari. Kenyataan seperti itu bak kotak Pandora yang terbuka. Mengejutkan siapapun yang melihatnya. Sukma membuat perincian sistematis dan sederhana terkait dengan biaya pengeluaran saat diadakannya kegiatan adat dan keagamaan.
Otokritik
Karena penulisnya adalah orang Bali asli, maka dia bisa dengan bebas melakukan otokritik terhadap peliknya persoalan adat dan budayanya sendiri. Dia menampilkannya melalui tokoh-tokoh sederhana dalam 25 tulisan di buku ini. Merupakan sebuah keistimewahan dalam mengkritik tentang identitas, pulau, dan tradisinya sendiri. Banyak hal baru pada buku ini termasuk cara panggil lelaki orang Bali.
Buku ini berhasil menjadi kotak Pandora pagi pembaca. Sukma tidak hanya membaca kegalauan orang Bali tentang situasi di pulaunya sendiri tapi juga mengenal sisi lain Bali yang selama ini tenggelam di balik gemerlap pariwisata. Kekurangan dari buku ini bahwa kebanyakan artikel telah ditulis tujuh tahun silam. Tidak adanya tanggal penulisan membuat pembaca sedikit bingung melihat kronologi pemahaman.
Sebenarnya buku ini bukanlah satu-satunya buku yang membahas tentang sisi gelap Bali. Seperti karya Geofrey Robinson dalam The Darkside of Paradise (1998). Robinson membahas paradox Bali dengan lebih tajam. Bahkan orang Bali sekarang ini, mulai berani mengkritik dengan adanya Putu Setia dalam bukunya Menggugat Bali. Walau begitu buku ini masih diperlukan guna menumbuhkan kesadaran sosial antar-individu.
Setelah membaca buku ini, ternyata Bali bukan hanya sebagai pulau penuh ketentraman tetapi juga pulau yang memiliki konflik individu. Pulau dewata sudah terlanjur terkenal di dunia, bahkan lebih terkenal daripada Indonesia. Tidak sedikit para turis menjawab pernah, saat ditanya pernah ke Bali. Tetapi jika ditanya Indonesia? Tidak semua turis mengetahuinya. Membaca buku ini menjadi sadar melihat dan menilai sesuatu lebih subjektif. Bahwa setiap hal memiliki kekurangan dan kelebihan.

Data Buku
Judul : Pandora Bali, Refleksi di Balik Gemerlap Turisme
Penulis : Nyoman SukmaArida
Penerbit : Pustaka Larasan, Denpasar
Cetakan : I, 2012
Tebal : 166 halaman
Isbn : 978-979-3790-9
Harga : Rp. 25.000,00
Peresensi : Achmad Marzuki, Pegiat Farabi Institute, Anggota CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang
*Pernah tayang di Dakwatuna.com

Resensi Kaya Cara Nabi

Strategi Bisnis Rasulullah

Terkadang dunia bisnis tidak kalah seru dengan politik. Keduanya selalu bertujuan pada hal yang paling diminati manusia. Ranah politik berujung pada kekuasaan, sedangkan dalam dunia bisnis, berujung pada harta dan kekayaan. Kedua elemen ini seringkali melintasi batas norma dan etika. Dalam dunia bisnis yang sehat, yang dipentingkan tidak sekadar laba dan rugi. Ada hal urgen yang dapat menentukan masa depan bisnis kita, yaitu etika dan strategi.
Lantas bagaimana kiranya agar saat kita berbisnis tidak hanya fokus pada keduniaan tetapi juga kaya akan hati? Dudun Hamdalah menjawab dan memberikan solusi konkret dengan menghadirkan buku bertajuk Kaya Cara Nabi Saw terbitan Noura Books. Bagi orang Islam, Rasulullah pernah mewanti-wanti agar menjauhi kemiskinan, karena kemiskinan (kefakiran) rentan dengan kekafiran. Oleh karenanya, Nabi menyuruh umatnya agar kaya dan berbaik hati dengan membantu sesamanya.
Secara garis besar, buku ini terbagi menjadi dua tema besar. Pertama, anjuran bahwa muslim harus kaya. KH Abdullah Gymnastiar yang akrab disapa Aa Gym, menerangkan bahwa Rasulullah adalah orang yang kaya raya. Semangat bisnisnya patut ditiru. Bahkan Aa Gym menulis sebuah buku bertajuk Saya Tidak Ingin Kaya, Tetapi Harus Kaya. Ungkapan ini bukan hanya obsesi gila atau buta pada harta. Setidaknya dengan harta, seorang muslim dapat membangun infestasi masa depan.
Bukti bahwa Rasulullah adalah orang kaya ialah saat beliau menyerahkan 20 ekor unta sebagai mas kawin, setara dengan uang sekarang senilai satu miliar rupiah. Para sahabat pun juga kaya (hlm.10). Tetapi kekayaan Nabi dan sahabat tidak untuk dikonsumsi sendiri, lebih sering memanfaatkan untuk kepentingan agama dan di jalan Allah. Kehidupan Nabi sangat sederhana. Telah banyak hadits yang menjelaskan perangai konsumsi keduniaan Nabi. Jika harta diamal jariyahkan, tentu pahalanya tidak akan pudar hingga hari akhhir.
Bagian kedua buku ini menjelaskan sangat detail strategi dan manajemen bisnis Rasulullah. Jujur ditempatkan sebagai strategi dasar. Artinya jika seseorang berbisnis penuh tipu muslihat, sama halnya dengan membangun kehancuran masa depan. Konsekuensinya, kita akan mudah mendapat kepercayaan. Kedua hal tersebut tidak akan sukses tanpa adanya niat kuat, obsesi, tujuan jelas, dan target. Tetapi dalam obsesi dipagari oleh norma dan etika bisnis.
Boros dan sombong menjadi tiket menuju ketamatan dan kebangkrutan. Bersikaplah sederhana namun elegan dan berwibawa (hlm.79). Kewibawaan dapat diraih dengan sikap rendah hati, berdo’a, dan tawakal. Konsep taqwa dalam berbisnis hanya ada dalam kamus bisnis ala Rasulullah. Karena yang dituju berpuncak pada yang Maha Kaya; Allah swt. Bersyukur dan sedekah tidak boleh ditinggalkan, karena keduanya adalah kunci kelancaran bisnis kita. Menurut Abu Marco dalam Hukum Langit (2012), bahwa sesungguhnya bersedekah memberikan energi positif yang berujung pada kesuksesan bisnis yang kita lakoni.
Silaturrahim pada kolega kerja juga jangan dilewatkan. Setiap orang memang suka dipuji, maka pujilah teman kolega kita saat pertemuan kecil terlebih dalam pertemuan besar. Kolega yang merasa nyaman akan mengajak petingginya untuk ikut bergabung. Berbaik sangka atau optimis juga menjadi angin segar. Karena sesungguhnya semesta tidak diam, ia akan merefleksikan dan mendorong apapun yang ada di dalam pikiran manusia. Perpikirlah bahwa nanti kita sukses, semesta akan menggiring kita pada kesusesan sebenarnya.
Pebisnis yang cerdas akan selalu mengolah otak dan menghasilkan inofasi kontemporer. Allah telah berjanji bahwa antara orang berilmu dan tidak, tentu tidaklah sama. Penulis buku, kerjanya hanya di depan komputer. Badannya diam, tetapi pikiran dan otaknya mengelilingi bumi mencari ide-ide kreatif. Bandingkan dengan kerja yang mengandalkan otot. Sungguh tidak sama antara keduanya (hlm. 203).
Bisnis yang telah berjalan mulus hendaknya disyukuri. Dalam al-Qur’an Allah menjanjikan hambanya, siapapun yang bersyukur niscaya akan ditambah-perluas. Cara syukur yang bermanfaat ialah dengan menyumbangkannya dengan anak yatim, panti asuhan, dan yang tak kalah penting menurut Mohammad Nasih (2010) dengan cara menyumbangkan harta berlebih kita pada ranah pendidikan dengan memberikan beasiswa bagi yang kurang mampu dan berprestasi.
Dudun meracik buku ini sangat renyah. Terkadang dudun menyapa pembaca untuk merenungkan atau sekadar bertanya. Tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Menjadi muslim yang kaya akan membantu sektor-sektor lainnya, mulai dari beasiswa pelajar hingga menyumbang pada partai politik. Tetapi hanya sedekah dengan nilai ikhlaslah yang akan tersampaikan pada ilahi rabbi. Jika anda ingin kaya harta dan kaya hati, bacalah pedomannya yang telah dipaparkan di dalam buku ini. WAllahua’lam bishhawab.

Data Buku
Judul: Kaya Cara Nabi Saw
Penulis: Dudun Hamdalah
Penerbit: Noura Books, Jakarta
Cetakan: I, Maret 2013
Tebal : xii + 225 halaman

*Penah tayang di Berita99.com
http://www.berita99.com/review/8385/strategi-bisnis-rasulullah

Resensi Islamic Public Speaking

Kiat Menjadi Public Speaker Andal
Oleh Achmad Marzuki
Pegiat Farabi Institute, Anggota CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang
Apakah Anda mengenal Adolf Hitler, Bung Karno, Mario Teguh, dan Ari Ginanjar? Mereka adalah pembicara handal di depan banyak pendengar. Dengan pidato provolatifnya, Hitler mampu merangkul daratan Jerman. Bung Karno di mata dunia dikenal sebagai Singa Podium. Semangat rakyat kian mendera saat mendengar suara presiden pertama kita ini. Mario Teguh, dengan sikap santai dan cara berbicara yang cerdas ia mampu membawa perubahan pada pendengarnya. Begitu pula dengan Ari Ginanjar.
Mereka adalah public speaker profesional yang andal. Ketika mereka mulai berbicara, semua audiens akan diam menyimak. Tidak sedikit para audiens terbawa suasana dalam pembicaraan sang speaker. Bahkan berkat pembicara, prilaku dan keadaan psikologi pendengar menjadi berubah lebih baik. Apa sebenarnya rahasia mereka memikat perhatian audiens?
Dalam buku bertajuk Islamic Public Speaking, A Powerful Secret for Powerful Muslim Public Speaker besutan SuperFikr dengan sangat lugas membongkar semua rahasia menjadi publik speaker profesional. SuperFikr yang bernama asli Fikri Abdillah berbagi pengalaman menjadi pembicara berkarakter. Fikri memaparkan bagaimana metode mengambil simpatik pendengar dan apa saja yang harus dihindari saat menjadi pembicara di muka publik. Ternyata ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum tampil di atas panggung.
Berbicara di muka umum bukanlah hal yang mudah. Ada banyak kegetiran yang biasa muncul. Rasa tidak percaya diri, gugup, gemetar, takut salah, dan kegetiran lainnya. Rasa tidak percaya diri ini muncul, salah satunya disebabkan wawawan yang kurang komprehensif.
Menurut Aristoteles, untuk mempengaruhi seseorang, dibutuhkan setidaknya tiga poin. Pertama,  pembicara harus tampil dengan paradigma bahwa ia memiliki pengetahuan yang luas dan kepribadian yang terpercaya. Kedua, harus mampu mengambil emosi khalayak. Perasaan ini sangat penting. Metodenya dengan memaparkan bukti-bukti terpercaya. Ketiga, memberikan logika yang tidak rancu (hlm. 5-6). Dari ketiganya, yang terpenting ialah mengolah emosi pendengar agar tetap fokus karena manusia sangat mudah untuk bosan.
Hal sangat penting lainnya, yaitu melihat tingkat pengetahuan pendengar. Sepintar apapun seseorang jika berbicara dengan orang yang tingkat pemikirannya di bawah level, audiens tidak akan paham. Karena tujuan speaking adalah saling mengerti dan memahamkan. Oleh karenanya Umar bin Khattab pernah berujar “Berbicaralah kalian dengan orang, sesuai kemampuannya”. Jika berbicara di depan orang desa, jangan menggunakan kosa kata bernuansa ilmiah ala mahasiswa.
Hal yang patut dihindari sebagai seorang public speaker adalah berbicara yang belum tentu ia mampu melaksanakannya. Audiens biasanya selalu memantau pekerjaan dan kepribadian seorang da’i. Hal lainnya yang harus dihindari ialah pamer ilmu. Maksudnya, hanya membeberkan berbagai keilmuan yang dimiliki tanpa disandingi dengan rasa tawadu’ atau tidak sombong. Dan jangan merasa sok. Contohnya dalam menyampaikan contoh, sebaiknya menggunakan subjek orang lain saja, jangan mencontohkan diri sendiri.
Fikri juga menampilkan sosok manusia paling agung sebagai contoh panutan. Ialah Nabi Agung Muhammad Rasulullah saw (hlm. 81-86). Sebagai seorang Nabi, beliau diberkahi dengan fisik yang menarik. Berpenampilan menarik bukanlah hal buruk untuk ditiru. Kedua, menyelipkan humor yang cerdas. Di Indonesia memiliki tokoh humoris yang brilian, dialah Gus Dur. Di akhir bicaranya tidak jarang Gus Dur menelurkan jok-jok berkualitas.
Cara bicara Nabi dikenal jelas, rapi, mudah dipahami, padat, dan penuh makna. Maka tidak salah ahli bahasa menuturkan paling baiknya perkataan ialah perkataan yang sedikit dan bermakna. Artinya kualitasnya komprehensif. Tidak mudah mencari kemarahan Nabi, beliau selalu menyunggingkan senyum di sela-sela sabdanya. Dan yang terakhir Nabi sangat mengkormati audiens.
Sebenarnya buku ini tidak hanya terbatas bagi orang musli untuk menjadi pembicara unggul penuh energi. Siapapun patut menerima bocoran cerdas ini. Karena buku ini juga menuntut speaker memiliki karakter. Penuturan Fikri tidak membutuhkan dua kali berfikir untuk melaksanakannya. Kosa kata yang dipakai begitu mudah dipaham. Pengalamannya sebagai public speaker mempermudah pembaca memahami apa yang dipaparkannya. Jika anda berminat menjadi motivator unggul, buku ini tepat dijadikan rujukan.

Data Buku
Judul: Islamic Public Speaking, A Powerful Secret for Powerful Muslim Public Speaker
Penulis: SuperFikr (Fikri Abdillah)
Penerbit: Tiga Serangkai, Solo
Cetakan: Pertama, Februari 2012
Tebal: xii + 116 Halaman
ISBN: 978-602-9211-43-6
*Pernah tayang di Rimanews.com