Nikmat Tuhan mana lagi yang
kaudustakan?
Jumat, 230115
Bacaan surat Yasin di mesjid
belum rampung dihatamkan. Aku menuju mesjid berjalan kaki. Kulihat ada orang
berumur sekitar 55+ yang sebelah kaki dan tangannya mati. Ya, mati, stroke. Dia
berjalan tertatih-tatih menuju mesjid. Berusaha menggerakkan badan kirinya
dengan tidak mudah. Berjalan dengan berpegangan pada pagar jalan. Pelan sekali.
Masih lebih cepat jalannya anak berumur 4 tahun. Sesekali dia berhenti mengatur
nafasnya yang tak seimbang. Lalu dia melanjutkan jalannya, menuju mesjid,
mendatangi panggilan Allah, solat jumat.
Di belakangku banyak santri
yang masih menyantaikan diri. Berhahahihi dengan temannya. Senang sekali.
Mereka seolah mengabaikan bacaan surat Yasin yang sebentar lagi selesai. Para
santri ini masih berbadan segar bugar. Mereka pemuda berdarah membara. Tidakkah
mereka menyadari bahwa sehat hanyalah titipan? Sehingga sakit bisa saja datang
dengan proses yang sangat cepat dan tak terduga? Bahkan tanpa sebuah alasan
pun, sakit bisa menyerang kita.
Beruntunglah kita yang masih
mau menyadari keadaan. Terkadang kita menjadi sadar bukan karena tidak tahu
alasannya, tetapi butuh orang lain sebagai pengingat. Seperti namanya, manusia
berarti lupa. Manusia memang pelupa. Mungkin karena ini kita diwajibkan amar makruf, mengajak kebajikan. Sebagai
peredamnya kita juga diwajibkan nahi
munkar, mencegah kemungkaran, hal yang membikin sengsara.
Jika demikian adanya, kita
tinggal memilih. Mau jadi orang sadar atau tak mau sadar. Bukanlah manusia
sempurna jika tak berkeinginan menjadi lebih baik. Dan catatanku, sangat indah
lo menjadi orang sadar. :) Hanyalah orang sombong yang tidak mau mengakuinya. Wallahua'lam bisshawab. Allah lah yang
mengetahui hakikat kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar