Jumat, 20 Februari 2015

Dua Kisah dalam Satu Mimpi Pagi

200215
Pada suatu mimpi yang pagi. Aku, kamu, Wu Lao Shi, Mayni, Ojan, dan Fahmi dalam satu mobil yang melaju kencang menerjang secepat lari kijang. Menjauhi mara bahaya yang gencar mengincar. Membuat seluruh jantung berdegub luntang-lantung. Lalu kita lolos. Selebrasinya kucium temanku yang driver.

"Ngapain sih gitu?!" Katamu membentak dengan wajah merah mengharap.

"Ini hanya..." Tak kulanjutkan kalimatku sebab aku mengerti maksudmu. Setelah memandang matamu. Kenapa aku selalu mengerti? Atau jangan-jangan hanya sok mengerti pintamu?

Badan kuangkat, kedua lengan kujulurkan, pandangan kuisi dengan air keseriusan. Kemarilah, sayang! Batinku. Kau melakukan hal yang sama. Kau duduk di bangku tengah dan aku di bangku depan. Lalu kita berciuman mempertemukan kerinduan-kerinduan yang menghantam dan menghujam. Empat bola mata terpejam. Bukan petang, tapi warna madu yang mengelilingi kita. Warna penuh gelora romansa. Kau menambah dengan bisikan-bisikan kecil.


"Bagaimana rasanya, kak?" Kau bertanya dengan sesegukan bersela senyum dan tawa ringan. Aku tak menjawab, hanya tersenyum. Kau merayuku padahal kita sedang memadu rindu? Kita terus berpangutan seperti ular berlilitan. Matamu berlinang airmata senang. Pipimu tertarik ke samping pertanda senang. Kau memeluk ringan senang.
***
Terus begitu hingga kita menembus ruang dan waktu.

Setelah kubuka mata, tidak lagi berada dalam mobil; tidak ada teman, tidak ada dia. Ciuman barusan telah mengantarkanku pada mimpi yang lain dalam tidur pagi yang satu.

Seluruh sekitar berwarna putih polos seperti dipoles. Lalu terbentuklah sebuah suasana. Seperti gambar kerayon anak kecil. Terbentuk satu-satu. Aspal, gedung, kafe, pohon, matari, bayang, mobil, semuanya seperti hantu yang tiba-tiba muncul tanpa syarat.

Aku sedang menjadi dosen di tengah jam tayang. Mahasiswaku banyak sekali. Seperti dalam film Love in Harvard. Posisi duduk mahasiswa seperti di bioskop. Semakin ke belakang semakin meninggi.

Satu mahasiswi kritis tapi memaksa. Maksudku, teori yang diajukannya tidak searah dengan pembahasan kuliah. Dia terus saja ngotot. Maka kutumpas segala alasan logisnya hingga tumpul. Sehingga seluruh mahasiswa terbahak menertawakan teori konyolnya. Lalu dia bangkit, turun dari posisi duduknya yang berada di pojok kanan atas. Wajahnya sangat familiar menurut memori otakku. Astaga! Kau...

"Tega sekali kau, kak!" Umpatnya saat berada di depanku. Mengapa aku tak menyadari sikapnya yang ngotot begitu? Suaranya yang melengking mengiris? Yang tak mau kalah?

"Adik,..." Lagi, tak mampu kulanjutkan. Matanya telah menjelaskan semuanya. Tentang manjanya, tentang rajuknya, tentang inginnya. Dia melangkah keluar kelas.

Perkuliahan kuhentikan seketika. Mimpiku telah berfokus pada satu orang. Dan seketika, suasana yang awalnya damai tiba-tiba saja menjadi riuh. Seperti gemuruh dalam dada.

"Adik,..." Dia menoleh. Sebelum beranjak menjaga jarak, kupegang tangannya dan dia langsung melompat  memelukku. Erat sekali. Tak mau lepas. "Jangan tinggalin adik, Kak," pintanya penuh rasa. "..." Aku diam, meresapi segala rasa yang dipendamnya dalam-dalam.

Pelukannya terus melekat erat. Segala rasa ditransfer lambat menjalari badanku yang kian hangat. Aku berjalan melambat seperti orang sekarat. Walau sebenarnya aku sedang dalam kondisi sehat. Aku membawanya ke kamar, kulepas pelukannya yang membuat badanku sedikit memar. Matanya memerah, senyumnya merekah, kerudungnya terlepas lemah, rambutnya terurai sedikit menutup matanya yang terkatup, air wajahnya memucat.

"Kak, jangan tinggalin adik!" Pintanya lagi dengan suara lemah. Aku tak langsung menjawab. Kudaratkan kecupan ringan di keningnya dengan tempo cukup lama.


"Jangan hawatir. Kakak sekarang bersama adek." Sambil kusingkap rambutnya dari pandangan matanya yang sayu. "Tidurlah! Kau kecapaian." Tapi tangannya tetap menggenggam erat tanganku. Seolah aku akan meninggaklannya di lembah gelap sendirian.


Lalu tidur pagiku menguar. Kesadaranku langsung tertuju padanya. Ah, pasti dia sedang merindu. Aku terbangun dari tidurku. Lalu kutulis sebagai bukan catatan harian plus ditambah sedikit imajinasiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar