Minggu, 08 Februari 2015

Keputusan



Probolinggo, 250115

Saat kuputuskan meninggalkanmu bukan berarti aku tidak menyukaimu atau membencimu. Hanya saja, aku merasa bersalah dan berbohong pada diriku sendiri jika hubungan ini dilanjutkan. Ini juga mengapa aku tidak memberikan kepastian yang melegakan. Ada bisikan setan yang menyuruhku denganmu saat itu. Memperalatmu guna menegaskan kesombonganku.

20 01 15 kau memaksaku memperjelas hubungan. Lalu kita jadian dengan kata yang sungguh jelas. Sungguh sangat jelas. Sesungguhnya aku rentan dalam hubungan. Maksudku, benarkah kita menjalani hubungan yang baik? Yang tidak akan mencari hati lain? Dan bergelut dengan kemesraan dan rasa rindu yang palsu?

Lalu, kaubertanya tentang isu bahwa aku suka meloncat dari hati satu ke hati dua dan tiga hingga keempat. Tak kujawab, sebab aku sedikit merasa begitu. Kautanya juga tentang bisakah aku menjaga hatimu. Tak kujawab juga. Hanya mengulur jawaban hingga layangan putus. Hingga hubungan kita patah. Lepas.

23 01 15. Untuk menjawab semuanya kutulis begini di salah satu dinding media individu. "Bersamamu menyakitiku. Lalu menyakitimu. Aku adalah kodok yang suka meloncat. Tapi aku bukan pangeran." Hari berikutnya kusampaikan padamu. Aku tahu itu akan menjadi pukulan yang menghantam. Seolah aku mempermainkanmu. Apa mau dikata, sepertinya aku cukup layak sebagai lelaki bajingan. Lelaki yang sibuk merayu dengan tujuan memenuhi janji kecongkakan.

Aku tahu kata maaf memang tidak akan menghapus kesalahan. Tidak akan pernah sanggup. Tapi maafkanlah. Maafkan tentang rayuanku dulu. Maafkan kangenku dulu. Maafkan. Hadiahku padamu hanya mampu memberi sumpah kebahagiaan.

Semogalah kau bahagia. Semogalah aku juga bahagia. Kita berjalan di jalur bahagia di lain jalur yang juga bahagia. Tidak ada pengharapan lain dari kita daripada bahagia yang bertahan hingga menua. Bahagialah kita yang berjalan di jalur jujur. Sebab kejujuran adalah jalur terjelas menuju lajur kebahagiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar