Probolinggo, 250115
Saat kuputuskan meninggalkanmu bukan berarti aku tidak
menyukaimu atau membencimu. Hanya saja, aku merasa bersalah dan berbohong pada
diriku sendiri jika hubungan ini dilanjutkan. Ini juga mengapa aku tidak
memberikan kepastian yang melegakan. Ada bisikan setan yang menyuruhku denganmu
saat itu. Memperalatmu guna menegaskan kesombonganku.
20 01 15 kau memaksaku memperjelas hubungan. Lalu kita jadian
dengan kata yang sungguh jelas. Sungguh sangat jelas. Sesungguhnya aku rentan
dalam hubungan. Maksudku, benarkah kita menjalani hubungan yang baik? Yang
tidak akan mencari hati lain? Dan bergelut dengan kemesraan dan rasa rindu yang
palsu?
Lalu, kaubertanya tentang isu bahwa aku suka meloncat dari
hati satu ke hati dua dan tiga hingga keempat. Tak kujawab, sebab aku sedikit
merasa begitu. Kautanya juga tentang bisakah aku menjaga hatimu. Tak kujawab
juga. Hanya mengulur jawaban hingga layangan putus. Hingga hubungan kita patah.
Lepas.
23 01 15. Untuk menjawab semuanya kutulis begini di salah
satu dinding media individu. "Bersamamu menyakitiku. Lalu menyakitimu. Aku
adalah kodok yang suka meloncat. Tapi aku bukan pangeran." Hari berikutnya
kusampaikan padamu. Aku tahu itu akan menjadi pukulan yang menghantam. Seolah
aku mempermainkanmu. Apa mau dikata, sepertinya aku cukup layak sebagai lelaki
bajingan. Lelaki yang sibuk merayu dengan tujuan memenuhi janji kecongkakan.
Aku tahu kata maaf memang tidak akan menghapus kesalahan. Tidak akan pernah sanggup. Tapi maafkanlah.
Maafkan tentang rayuanku dulu. Maafkan kangenku dulu. Maafkan. Hadiahku padamu
hanya mampu memberi sumpah kebahagiaan.
Semogalah kau bahagia. Semogalah aku juga bahagia. Kita
berjalan di jalur bahagia di lain jalur yang juga bahagia. Tidak ada
pengharapan lain dari kita daripada bahagia yang bertahan hingga menua.
Bahagialah kita yang berjalan di jalur jujur. Sebab kejujuran adalah jalur
terjelas menuju lajur kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar