Rabu, 03 Juli 2013

Resensi Para Pembangkang!


Mengambil Hikmah dari Kisah Kaum yang Dibinasakan
 “Sejarah kelam yang buruk pun penting diketahui, untuk dipelajari” Ahmad Tohari.
Buku berjudul lengkap Para Pembangkang! Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah karangan Muhammad Yusuf bin Abdurrahman ini pantas dibilang sebagai kumpulan sejarah kelam kaum terdahulu yang berprilaku buruk terhadap para utusan Tuhan. Hal ini akan menjadikan kita yang masih memiliki kesempatan untuk merenungkan sejarah kelam kaum para utusan yang berakhir tragis guna memperbaiki prilaku kita. Menghargai kehidupan akan lebih tertanam dengan mengingat dan mengetahui kejadian terdahulu yang berakhir nahas lantaran membangkang utusan Tuhan.
Ada tujuh kaum yang dibahas dalam buku ini. Mereka adalah kaum Nabi Nuh As, kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum Nabi Luth, kisah penduduk kaum Madyan, kisah Fir’aun, dan kisah negeri Saba’. Abdurrahman membahas kaum pembangkang ini dengan melihat dari pelbagai perspektif. Refferensi utama berupa al-Qur’an sebagai sumber sejarah. Bukti-bukti arkeologis juga dipaparkan dengan bahasa yang ringan dan mengena. Selain itu, Abdurrahman juga memaparkan risalah-risalah yang dibawa Nabi terdahulu serta menambahi hikmah dari kisah kaum terdahulu karena ingin membuat pembaca merenungi kisah tersebut.
Sejak kaum Nabi Nuh, manusia kaya raya cenderung memberontak dan tidak mau ikut ajaran yang dibawa Nabi Nuh. Mereka beranggapan bahwa orang yang kehidupan ekonominya cukup, atau bahkan berlebih, telah bebas melakukan berbagai prilaku, termasuk prilaku buruk.  Datangnya Nabi Nuh menjadikan dua golongan semakin kentara. Antara golongan orang-orang lemah dan fakir dan orang-orang kaya yang jumawa. Modus awal untuk menolak ajaran Nabi Nuh, para orang kaya menolak untuk menerima dakwah-dakwah yang dibawa Nabi Nuh dengan menutup lubang telinga mereka dengan jari kelingkingnya.
Hal ini sesuai dengan surat nuh ayat tujuh yang artinya “…mereka memasukkan anak jari mereka ke telinga mereka dan menutupkan baju mereka (ke muka mereka) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.” (hlm. 35) Saking sombong dan bebelnya kaum Nabi Nuh, masa dakwah selama lebih dari setengah abad hanya mendapatkan pengikut tidak lebih dari dua puluh orang. Karena kesombongan kaum Nabi Nuh, akhirnya Allah menumpas mereka dengan mendatangkan banjir bandang yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi.
Bukti arkeologis dari kaum Nabi Nuh teruji kebenarannya dengan ditemukannya bangkai bahtera Nabi Nuh di bukit Arafat. Pada abad 19, James Brice, arkeolog asal Inggris dari Universitas Oxford menemukan empat buah batu panjang yang diduga sebagai kayu tiang layar bahtera Nabi Nuh yang telah menjadi batu atau fosil. Enam belas tahun kemudian, Yoseph Nouri dari Prancis menemukan batu sebesar 300 kubik yang diduga sebagai dek kapal. Peneliti terkemuka, Dr. Robert Balard, seorang yang telah menemukan bangkai kapal Titanic dan Istana Cleopatra ini mengatakan bahwa fosil tersebut adalah bahtera Nabi Nuh, sebab tidak mungkin ada ‘benda asing’ di ketinggian 15.500 kaki. (hlm.56)
Selanjutnya adalah kisah dakwah Nabi Hud dan pembangkangan kaum ‘Ad. Kaum ‘Ad menilai bahwa segala sesuatu dapat diukur dengan seberapa kuat otot seseorang. Mereka menantang kebenaran dengan kesombongan fisiknya yang tangguh. Kecongkakan kaum ‘Ad menjadi-jadi, sampai ada kepala suku yang berujar “Siapakah yang dapat menghancurkan kami, wahai Hud?”. Lebih daripada itu, kaum ‘Ad menganggap Nabi Hud sebagai orang gila tanpa pola pikir yang waras. Allah membinasakan kaum laknat ini dengan mengirimkan angin topan yang menghancurkan segala bentuk tempat persembunyian mereka. Tentu saja, bencana ini tidak menimpa kaum Nabi Hud yang berjalan pada keimanan. Kebugaran badan kaum ‘Ad terbukti dengan ditemukannya kerangka raksasa oleh pasukan The Aramco Eksploration pada tahun 1975. (hlm 89)
Meskipun telah diperingatkan untuk mengambil hikmah dengan kisah kaum ‘Ad, ternyata hanya sebagian kecil dari kaum Tsamud yang memenuhi panggilan Nabi Shalih as. Memang, dimana ada kebaikan pasti ada keburukan. Karena kebaikan tidak akan dinilai kebaikan manakala tidak ada kejelekan. Walau begitu, kita tetap harus berusaha menjadi orang yang berjalan atas dasar kesejahteraan antar manusia melalui koridor yang benar. Abdurrahman sangat lihai melihat zaman yang kian edan. Dengan hadirnya buku ini, Abdurrahman berkeinginan agar masyarakat luas mencari hikmah sendiri dari kisah-kisah yang ia paparkan. Pelajaran yang terdapat dalam buku ini tidak berwajah menggurui melainkan bersahabat dengan kesadaran akal.
Data Buku
Judul: Para Pembangkang! Kisah-kisah kaum terdahulu yang dibinasakan allah
Penulis: Muhammad Yusuf bin Abdurrahman
Penerbit: DIVA Press, Jogjakarta
Cetakan: Pertama, April 2013
Tebal: 233 Halaman
Peresensi: Achmad Marzuki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar