Mengambil Hikmah dari
Kisah Kaum yang Dibinasakan
“Sejarah
kelam yang buruk pun penting diketahui, untuk dipelajari” Ahmad Tohari.
Buku berjudul lengkap Para Pembangkang! Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah
karangan Muhammad Yusuf bin Abdurrahman ini pantas dibilang sebagai kumpulan
sejarah kelam kaum terdahulu yang berprilaku buruk terhadap para utusan Tuhan.
Hal ini akan menjadikan kita yang masih memiliki kesempatan untuk merenungkan
sejarah kelam kaum para utusan yang berakhir tragis guna memperbaiki prilaku
kita. Menghargai kehidupan akan lebih tertanam dengan mengingat dan mengetahui
kejadian terdahulu yang berakhir nahas lantaran membangkang utusan Tuhan.
Ada tujuh kaum yang dibahas dalam buku ini. Mereka
adalah kaum Nabi Nuh As, kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum Nabi Luth, kisah penduduk
kaum Madyan, kisah Fir’aun, dan kisah negeri Saba’. Abdurrahman membahas kaum
pembangkang ini dengan melihat dari pelbagai perspektif. Refferensi utama
berupa al-Qur’an sebagai sumber sejarah. Bukti-bukti arkeologis juga dipaparkan
dengan bahasa yang ringan dan mengena. Selain itu, Abdurrahman juga memaparkan
risalah-risalah yang dibawa Nabi terdahulu serta menambahi hikmah dari kisah
kaum terdahulu karena ingin membuat pembaca merenungi kisah tersebut.
Sejak kaum Nabi Nuh, manusia kaya raya cenderung
memberontak dan tidak mau ikut ajaran yang dibawa Nabi Nuh. Mereka beranggapan
bahwa orang yang kehidupan ekonominya cukup, atau bahkan berlebih, telah bebas
melakukan berbagai prilaku, termasuk prilaku buruk. Datangnya Nabi Nuh menjadikan dua golongan
semakin kentara. Antara golongan orang-orang lemah dan fakir dan orang-orang
kaya yang jumawa. Modus awal untuk menolak ajaran Nabi Nuh, para orang kaya
menolak untuk menerima dakwah-dakwah yang dibawa Nabi Nuh dengan menutup lubang
telinga mereka dengan jari kelingkingnya.
Hal ini sesuai dengan surat nuh ayat tujuh yang
artinya “…mereka memasukkan anak jari
mereka ke telinga mereka dan menutupkan baju mereka (ke muka mereka) dan mereka
tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.” (hlm. 35) Saking
sombong dan bebelnya kaum Nabi Nuh, masa dakwah selama lebih dari setengah abad
hanya mendapatkan pengikut tidak lebih dari dua puluh orang. Karena kesombongan
kaum Nabi Nuh, akhirnya Allah menumpas mereka dengan mendatangkan banjir
bandang yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi.
Bukti arkeologis dari kaum Nabi Nuh teruji
kebenarannya dengan ditemukannya bangkai bahtera Nabi Nuh di bukit Arafat. Pada
abad 19, James Brice, arkeolog asal Inggris dari Universitas Oxford menemukan
empat buah batu panjang yang diduga sebagai kayu tiang layar bahtera Nabi Nuh yang
telah menjadi batu atau fosil. Enam belas tahun kemudian, Yoseph Nouri dari Prancis
menemukan batu sebesar 300 kubik yang diduga sebagai dek kapal. Peneliti
terkemuka, Dr. Robert Balard, seorang yang telah menemukan bangkai kapal Titanic
dan Istana Cleopatra ini mengatakan bahwa fosil tersebut adalah bahtera Nabi Nuh,
sebab tidak mungkin ada ‘benda asing’ di ketinggian 15.500 kaki. (hlm.56)
Selanjutnya adalah kisah dakwah Nabi Hud dan
pembangkangan kaum ‘Ad. Kaum ‘Ad menilai bahwa segala sesuatu dapat diukur
dengan seberapa kuat otot seseorang. Mereka menantang kebenaran dengan
kesombongan fisiknya yang tangguh. Kecongkakan kaum ‘Ad menjadi-jadi, sampai
ada kepala suku yang berujar “Siapakah yang dapat menghancurkan kami, wahai Hud?”.
Lebih daripada itu, kaum ‘Ad menganggap Nabi Hud sebagai orang gila tanpa pola
pikir yang waras. Allah membinasakan kaum laknat ini dengan mengirimkan angin
topan yang menghancurkan segala bentuk tempat persembunyian mereka. Tentu saja,
bencana ini tidak menimpa kaum Nabi Hud yang berjalan pada keimanan. Kebugaran
badan kaum ‘Ad terbukti dengan ditemukannya kerangka raksasa oleh pasukan The Aramco Eksploration pada tahun 1975.
(hlm 89)
Meskipun telah diperingatkan untuk mengambil hikmah
dengan kisah kaum ‘Ad, ternyata hanya sebagian kecil dari kaum Tsamud yang
memenuhi panggilan Nabi Shalih as. Memang, dimana ada kebaikan pasti ada
keburukan. Karena kebaikan tidak akan dinilai kebaikan manakala tidak ada
kejelekan. Walau begitu, kita tetap harus berusaha menjadi orang yang berjalan
atas dasar kesejahteraan antar manusia melalui koridor yang benar. Abdurrahman
sangat lihai melihat zaman yang kian edan. Dengan hadirnya buku ini,
Abdurrahman berkeinginan agar masyarakat luas mencari hikmah sendiri dari
kisah-kisah yang ia paparkan. Pelajaran yang terdapat dalam buku ini tidak
berwajah menggurui melainkan bersahabat dengan kesadaran akal.
Data Buku
Judul: Para Pembangkang! Kisah-kisah kaum terdahulu
yang dibinasakan allah
Penulis: Muhammad Yusuf bin Abdurrahman
Penerbit: DIVA Press, Jogjakarta
Cetakan: Pertama, April 2013
Tebal: 233 Halaman
Peresensi: Achmad Marzuki
*Pernah tayang di Radarseni.com
http://radarseni.com/2013/07/14/mengambil-hikmah-dari-kisah-kaum-yang-dibinasakan/
http://radarseni.com/2013/07/14/mengambil-hikmah-dari-kisah-kaum-yang-dibinasakan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar