Sabtu, 20 Juli 2013

Resensi Tuhan Pun Berpuasa

Memahami Eksistensi Puasa
Puasa adalah pekerjaan menahan di tengah kebiasaan menumpahkan, atau mengendalikan di tengah tradisi melampiaskan. Pada skala yang besar nanti kita akan bertemu dengan tesis ini. Ekonomi-industri-konsumsi itu mengajak manusia untuk melampiaskan segala, sementara agama mengajak untuk menahan dan mengendalikan. Begitu Emha Ainun Nadjib membuka buku ini dalam prolognya.
Secara syari’at, puasa termasuk rukun Islam ke tiga setelah syahadat dan shalat. Fiqh mendefinisikan puasa sebagai kewajiban menahan hawa nafsu; dari makan, minum, dan segala yang membatalkan puasa, sejak fajar sodik (subuh) hingga matahari terbenam (maghrib). Selama itu pula umat muslim seyogianya mengendalikan hatinya dari perbuatan tercela semacam amarah dan mengumpat.
Buku berjudul “Tuhan Pun Berpuasa” besutan Emha Ainun Nadjib ini mengulas mengenai puasa dari segala aspeknya. Secara garis besar berisi tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah “rahasia” ini. Dikatakan ibadah rahasia karena selain si pelaku dan Allah tidak ada yang mengetahuinya. Juga membahas tentang nilaiinilai spiritual, nilai sosial budaya, hingga nilai pengasahan dan pengembangan kualitas personal manusia.
Keadaan spiritual manusia zaman sekarang mengalami degradasi yang parah. Pasalnya tidak jarang tempat-tempat ruang publik, seperti di stasiun, terminal, bandara, dan pasar, masih banyak dari mereka yang masih nyaman menuruti hawa nafsu; makan di tengah bulan Ramadhan. Padahal kalau mau jujur Allah telah memberi waktu sebelas bulan untuk bebas makan kapan saja dan mewajibkan hanya satu bulan untuk berpuasa. Orang muslim yang tidak bersedia berpuasa dapat dikategorikan sebagai manusia yang tidak tahu terimakasih.
Salah satu keistimewaan puasa yaitu “hasil” puasa manusia dikhususkan untuk Allah pribadi. Artinya dalam ibadah selain puasa, Allah memberikan selebar-lebarnya segala timbal balik dari amaliah baik manusia. Apalagi pada bulan Ramadhan terdapat banyak kenikmatan yang dikorting atau diskon sesering mungkin. Bayangkan saja, pahala perbuatan sunnah dinilai seperti pahala perbuatan wajib. Setan pun dikerangkeng dalam neraka. Rasulullah pun mengabarkan, jika manusia mengetahui nilai bulan Ramadhan, niscaya mereka yang meminta agar seluruh bulan menjadi bulan Ramadhan.
Ramadhan seperti kotak pandora umat muslim, yang jika terbuka akan membuat kejutan tiada tara. Dari segi kesehatan pun, puasa mengandung banyak manfaat. Semua itu akan bermuara pada pengendalian diri yang mapan dan matang. Bahkan Tuhan pun memberi contoh dahsyat dalam hal mengendalikan diri; dengan amat setia Allah tetap menerbitkan matahari walau pun manusia tidak pernah mensyukurinya (hlm. 51).
Walau pada bulan Ramadhan tidur pun dinilai ibadah, bukan berarti bulan Ramdhan adalah bulan untuk tidur. Ada banyak sekali bentuk ibadah yang lebih baik, lebih mulia, lebih berkualitas, lebih bermakna, dan lebih bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Ibadah yang istimewa adalah ibadah yang memiliki dampak positif sosial.
Di penghujung bulan Ramadhan, umat muslim pun bergembira menyambut hari kemenangan; idul fitri. Secara bahasa idul fitri berarti kembali pada fitrah manusia, lahir ke dunia tanpa membawa dosa-dosa, seperti bayi yang baru lahir. Cak Nun, panggilan akrab Emha Ainun Nadjib, juga mediliriknya dari kacamata sosial-budaya-kultural. Bagi Cak Nun idul fitri adalah momen yang diberikan Allah secara khusus guna menyambung tali-tali silaturrahim yang hampir putus dan mempereratnya (hlm. 198).
Seperti tulisan Cak Nun lainnya, buku ini pun ditulis beberapa tahun silam, pertama kali diterbitkan pada tahun 1996 oleh penerbit Zaituna, Yogyakarta. Cak Nun selalu meracik nuansa ibadah agama dengan nuansa sosial kultural. Datangnya buku ini diharapkan agar manusia lebih mengenal dan memahami eksistensi puasa sesungguhnya. Karena banyak sekali orang berpuasa yang hanya mendapatkan rasa haus dan lapar.
Data Buku
Judul: Tuhan Pun Berpuasa
Penulis: Emha Ainun Nadjib
Penerbit: Buku Kompas, Jakarta
Cetakan: Ketiga, November 2012

Tebal: xx + 236 Halaman
Peresensi: Achmad Marzuki

Minggu, 14 Juli 2013

Resensi Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari

Membedah Pemikiran Kiai Hasyim
Di dalam kalangan umat Islam tradisional nama Kiai Hasyim Asy’ari bukanlah hal baru. Pasalnya, beliau adalah penancap pasak tonggak organsasi keagamaan terbesar di Indonesia yang tumbuh subur di Jawa Timur ini. Dalam membawa bahtera Nahdlatul Ulama (NU), beliau mengarang empat buah karya yang menjadi landasan dasar sebagai pegangan para pengikutnya.
Pertama, Paradigma Ahlussunnah Wal Jamaah; Pembahasan tentang orang-orang mati, tanda-tanda zaman, dan penjelasan tentang sunah dan bid’ah. Kedua, Cahaya Yang Terang Tentang Kecintaan Pada Utusan Tuhan, Muhammad SAW. Ketiga, Etika Pengajar dan Pengajar dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Pelajar Selama Belajar. Dan yang terakhir, Penjelasan tentang Larangan Memutus Silaturrahmi, Tali Persaudaraan, dan Tali Persahabatan.
Zuhairi Misrawi dalam buku berjudul Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari; Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan ini ingin membedah lebih lanjut tentang empat karya kakek Gus Dur ini. Hadirnya buku ini menandakan bahwa warga NU masih melestarikan dunia kepenulisan. Dalam kitab kuning ada istilah matan (inti), syarah (penjelasan atau ulasan), dan hasyiyah (catatan pinggir). Gus Mis –panggilan akrab Zuhairi Misrawi– mencoba untuk mensyarahi empat karya beliau.
Kiai Hasyim merupakan sosok penting karena dua hal. Pertama, beliau merupakan ulama yang secara konsisten mengusung paham ahlussunnah waljamaah, yaitu paham keagamaan dalam akidah berpegang pada teologi Al-Asy’ariah dan Al-Maturidiyah, dalam bidang fiqih pada empat imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syari’i, dan Ahmad bin Hambal), dan dalam ranah tasawwuf bersandar pada teologi Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Kedua, beliau adalah salah satu pendiri NU. Dalam sejarah Republik Indonesia, NU dicatat dengan tinta emas karena turut mencerdaskan umat dari belenggu iliterasi keagamaan dan mendorong akselerasi kemerdekaan bangsa dari jajahan kolonial Belanda maupun Jepang.
Secara garis besar buku ini terbagi atas empat bagian. Di bagian awal, Gus Mis menggambarkan Kiai Hasyim Asy’ari sebagai ulama yang peduli umat dan bangsa.  Melihat sosok Kiai Hasyim sebagai orang yang berkomitmen dalam ranah keutamaan dan kebangsaan. Penganugerahan hadratussyaikh juga djelaskan pada bab pertama ini. Hadirnya Pesantren Tebuireng, harus diakui, merupakan salah satu karya terbesar beliau dalam melestarikan tradisi pendidikan pesantren. Tidak hanya itu, konsolidasi di antara para ulama dapat dikristalkan di pesantren sederhana ini (hlm. 48).
Bagian kedua, ulasan tentang empat karya beliau. Ada empat poin yang Gus Mis tuliskan; berupa pemahaman mendalam akan ahlussunnah waljamaah, pentingnya mencintai Rasulullah Muhammad SAW, menegaskan bahwa ilmu sebagai pondasi umat, dan menjaga tali persaudaraan serta memegang teguh toleransi bermasyarakat. Empat hal tersebut adalah nilai yang sangat penting di dalam masyarakat. Bahkan merupakan hal yang esensial karena menjadi prasyarat akan pembentukan masyarakat dan bangsa yang kuat (hlm. 271).
Bagian ketiga, adalah bentuk dari hasyiah atau catatan pinggir atas karya Kiai Hasyim. Gus Mis menfokuskan pada ranah organisasi dan menilai bahwa NU sebagai gerbong muslim moderat. Dimana dalam kesehariannya tercermin gerakan sosial-keagamaan yang moderat, menjadikan Islam sebagai agama yang benar-benar mengusung trah rahmatan lil’alamin (hlm. 285). Adalah sebuah bentuk kristalisasi dari pemikiran panjang seorang Kiai Sang Penakluk Badai –meminjam istilah Aguk Irawan MN– ini.
Di bagian akhir, Gus Mis melampirkan karya-karya Kiai Hasyim dalam bentuk translit bahasa Indonesia untuk mempermudah memahami. Mukaddimah qanun asasi Nahdlatul Ulama, risalah tentang pentingnya bermadzhab pada imam yang empat, dan 40 hadits prinsip-prinsip Nahdlatul Ulama. Buku ini sudah selayaknya dikonsumsi warga NU sendiri guna memantapkan keyakinannya. Untuk memahami ‘isi’ dari NU tidak ada salahnya warga non-NU juga membacanya. Wallhua’lam bisshawab.

Data Buku
Judul: Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari; Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan
Penulis: Zuhairi Misrawi
Penerbit: Buku Kompas, Jakarta
Cetakan: Ketiga, Mei 2013
Tebal: xxx + 374 Halaman

 *

Resensi History of Earth

Biografi Bumi dalam Al-Quran
Al-Quran is always one step ahead of science. Ungkapan ini dapat diartikan bahwa penjelasan dalam al-Quran selalu selangkah lebih maju dibandingkan dengan penemuan sains modern. Dengan kata lain, sains selalu tergopoh-gopoh mengikuti informasi al-Quran.
Buku ini adalah salah satu bukti bahwa al-Quran selalu “terdepan”. Di antara banyak rahasia di dalamnya, Agus Haryo Sudarmojo mencoba mengungkap rahasia kecil tentang “biografi” Bumi. Agus mengajak pembaca untuk lebih dalam mengenal Bumi melalui pandangan al-Quran, yang mencakup di dalamnya asal mula penciptaan Bumi, umur Bumi, keanehan satelit Bumi, asal muasal isi Bumi, sifat unik air, dan kinerja pasak-pasak Bumi.
Agus menggunakan al-Quran sebagai referensi utama karena beberapa sebab. Pertama, al-Quran adalah wahyu yang diturunkan Tuhan. Kedua, dalam kenyataannya al-Quran merupakan sumber utama dalam agama Islam. Ketiga, kedudukannya sebagai petunjuk utama dalam menjalani hidup bagi orang muslim. Semua itu  menjadikannya sebagai bukti kongkrit yang kuat nan akurat atas informasi yang terkandung di dalamnya.
Memang al-Quran bukanlah ensiklopedia sains ataupun ensiklopedia misteri alam jagad, tetapi terdapat banyak sekali rahasia alam yang terungkapHanya orang-orang yang ‘sadar’ dan berilmu yang dapat mengorek segala rahasia informasi di dalamnya. Tak ayal, jika dalam mengarungi samudra kehidupan, al-Quran senantiasa didaulat menjadi pedoman hidup demi menggapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Menurut temuan sains modern, proses kelahiran Bumi bermula dari ledakan kosmis yang sangat dahsyat. Ledakan ini dikenal dengan peristiwa Big Bang yang terjadi sekitar 13,7 miliar tahun yang lalu. Teori ini menjelaskan bahwa alam semesta awalnya tersusun dari titik yang rapat, padat, dan panas (hlm. 7). Semua informasi tersebut telah ada dalam QS:21:30. “...bahwa langit dan Bumi keduanya dahulu adalah satu padu, kemudian Kami memisahkan keduanya,...”
Stephen Hawking dalam bukunya A Brief History of Time (1980) menggambarkan bahwa pergerakan Bumi dan benda langit lainnya semakin berjauhan. Penemuan yang dianggap sebagai penemuan paling revolusiuner abad ke-20 dalam ilmu pengetahuan ini ternyata telah disinggung dalam QS:51:47 “Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskan–mengembangkan–nya.” Umur Bumi pun disebutkan secara matematis dalam al-quran, yaitu dengan hasil 13,68 x 109 tahun (hlm. 19).
Sungguh ironis dan tidak masuk akal jika ada yang mengatakan bulan pernah terbelah kemudian menyatu kembali. Namun memang inilah yang terjadi, para ilmuwan telah membuktikannya melalui bebatuan bulan yang dibawa Neil Armstrong dan Edwin Aldrin sepulang dari bulan (hlm. 60-64). Lebih mengejutkan lagi, ternyata Rasulullah pernah menunjukkan kemukjizatannya; menunjuk bulan sehingga bulan terbelah kemudian menyatu kembali dengan izin-Nya.
Manusia mungkin saat ini tidak sadar bahwa Bumi yang ditempatinya sangat unik. Adanya kehidupan yang kompleks adalah salah satu kompleksitas komposisi Bumi, karena selain Bumi tidak ada satu pun planet yang mengandung makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan. Kehidupan ini ada sebab terdapat air di dalamnya. Lagi-lagi al-Quran mengabarkan bahwa air adalah sumber kehidupan. Tidak hanya itu, datangnya air pertama kali ke Bumi juga aneh; jatuh dari langit bersama komet-komet (hlm. 109-118).
Dalam Islam, begitu banyak fungsi air; digunakan untuk kepentingan spiritual, misalnya wudlu, mandi wajib, dan pelepas dahaga saat sahur maupun berbuka puasa. (hlm. 120). Dr. Masaru Emoto dalam bukunya yang berjudul The Hidden Message of Water menghasilkan penelitian mencengangkan, ternyata air merespon segala pesan manusia, baik secara lisan maupun tulisan. Air akan membentuk kristal indah manakala menerima pesan baik nan terpuji. Sebaliknya jika pesan yang disampaikan buruk, air pun menerima respon negatif.
Agus juga menyinggung tugas gunung sebagai pasak Bumi agar tidak goncang (QS:31:10). Walau buku ini dapat dinilai sebagai suatu hal menarik, karena mendasarkan pada al-Quran dan logika sains, tetapi Agus tidak pernah menyinggung para mufassir al-Quran masa lalu. Sehingga penafsiran yang digunakannya terkesan inksklusif individualistik dan sedikit arogan. Seharusnya Agus mengadakan perbandingan dengan pendapat-pendapat yang telah mendahuluinya, demi memperkaya pengetahuan pembaca.
Walhasil, ketika sedikit banyak hal mengenai Planet Biru ini terungkap, nyatalah kebenaran firman Allah dalam al-Quran surat Ali Imran ayat 191; “Tiadalah Engkau menciptakan ini semua dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. Pada akhirnya kita semua akan mengakui bahwa segala ciptaan  Allah memiliki rahasia. Setelah semuanya diketahui bahwa setiap sesuatu memiliki hikmah, lantas nikmat Tuhan mana lagi yang kaudustakan? Wallhu’alam bisshawab.

Data Buku
Judul: History of Earth
Penulis: Agus Haryo Sudarmojo
Penerbit: Bunyan (PT Bentang Pustaka), Yogyakarta
terbit: Cetakan I, Maret 2013
Tebal: 218 halaman
ISBN: 978-602-7888-18-0
Peresensi: Achmad Marzuki
*

Sabtu, 13 Juli 2013

Resensi Para Muallaf

Pengembaraan Spiritual Para Muallaf
Buku ini berisi tentang proses pengembaraan spiritual para muallaf dunia dalam mencari atau menerima cahaya Islam. Saya yakin seorang yang beragama Islam sejak lahir (Islam keturunan) tidak musti lebih baik islamnya ketimbang seorang yang menjadi Islam setelah dewasanya (muallaf). Ada hal-hal menarik yang dibawa oleh para muallah dan hal seperti inilah yang tidak bisa didapatkan dari seorang yang telah menjadi muslim sejak lahir. Para muallaf menjalani kehidupannya dengan berbagai cobaan yang biasanya datang dari keluarga dekatnya sendiri.
Para muallaf yang dikisahkan di sini bukanlah orang biasa. Mereka adalah para tokoh dunia yang kebanyakan dari mereka beragama katolik taat. Seperti Yusuf Estes, dia dulunya adalah seorang misionaris sukses, telah mengkristenkan banyak ‘domba-domba yang tersesat’. Pandangan Estes pada Islam pun sangat berbeda. Dulu Estes dicekoki bahwa Islam itu adalah teroris, pembajak, pemerkosa, tukang bom, dan penganut agama pagan yang mencium tanah lima kali sehari serta menyembah batu hitam di padang pasir (hlm. 14).
Paradigma Estes tentang Islam yang menakutkan tersebut luntur setelah mengenal seorang muslim bernama Mohammed. Dunia bisnis yang dijalani mereka berdua membuat keduanya sering berkomunikasi. Awalnya, Estes malah berfikiran untuk mengkristenkan mitra bisnisnya. percakapan mengenai akidah pun mulai tampak. Tentang kepercayaan tentang Moses (Nabi Musa) yang membelah lau merah, pasangan Adam dan Eva (Hawa), kepercayaan tentang Yesus (Nabi Isa). Mohammed menjawab semuanya dengan jawaban yang diinginkan Estes. Dia merasa aneh dan penasaran akan Islam.
Kekokohan Estes dalam agama Kristen menjadi luntur setelah mengetahui bahwa kitab suci dalam Islam hanya satu dan itu pun tidak berubah sejak diutusnya Nabi Muhammad Saw hingga sekarang. di Saudi Arabia dan di manapun tempatnya al-Qurannya tetap sama. berbeda dengan injil yang banyak macamnya, ada injil King James, injil revisi standar, injil versi Jimmy Swaggart, injil Katolik, dan injil Protestan. Estes merasa heran bagaimana bisa sebuah kitab yang telah berumur lebih 13 abad tidak berubah satu huruf pun. Sejak itulah estes mulai belajar tentang Islam. Kristal dari pembelajarannya berujung pada niatnya menjadi seorang muslim (muallaf).
Tokoh lainnya yang dikisahkan dalam buku ini adalah Igrid Mattson; muallaf pribumi yang menjadi wanita pertama memimpin organisasi muslim terbesar di Amerika Utara. Dari sosok Igrid ini pembaca diajarkan agar selalu percaya diri tentang agama Islam. Pasalnya, saat itu menjadi orang Islam selalu terdiskriminasi karena kelompoknya yang minim. Igrid mengajarkan bahwa suara yang lantang sangat penting, hal ini agar dunia mengetahui apa yang kita katakan (hlm. 48).
Keimanan para muallaf lebih kuat ketimbang keimanan seorang muslim keturunan. Walaupun hal ini tidak dapat dibenarkan seratus persen tetapi saya meyakini hal tersebut. Karena bagi saya para muallaf menganut agama Islam berdasarkan kesadaran akan kebenaran Islam yang ditampakkan oleh Allah melalui berbagai situasi dan keadaan. Keteguhan para muallaf dalam memeluk agama Islam tidak akan pernah luntur walau diberi iming-iming apapun. Tetapi bagi orang Islam keturuan terkadang rela melepas agamanya demi harta, kedudukan, bahkan hanya untuk perempuan cantik.
Malcolm X, salah satu tokoh revolusioner Afro-Amerika yang menemukan kebenaran Islam. Dari sosok Malcolm pembaca diajarkan untuk semangat memegang teguh kesetaraan manusia di atas bumi, tidak ada beda orang berkulit putih dan orang berkulit hitam. Untuk mengangkat martabat orang kulit hitam, Malcolm berani bicara terang-terangan di depan publik bahwa “Selama 400 tahun, orang kulit putih telah menikam orang kulit hitam dengan belati sepanjang 30 cm di pungungnya. Sekarang mereka (kulit putih) baru mencabutnya 15 cm. Apakah saya harus berterimakasih? Walaupun belati itu dicabut seluruhnya, tentu akan meninggalkan bekas luka” (hlm. 54).
Lew Alcindor, si jago slam dunk dan skyhook NBA yang merubah namanya menjadi Kareem Abdul Jabbar setelah memeluk Islam. Saat itu, perpindahan agama menjadi pandangan politis karena hal ini sezaman dengan Malcolm X yang kerap mempresentasikan kesetaraan yang rasis kulit putih. Bagi Kareem Abdul Jabbar, menjadi seorang muslim adalah hasil dari perjalanan spiritualnya setelah mempelajari Alkitab dan al-Quran. Kareem merasa menemukan kebenaran dalam kitab suci orang Islam dan ia memilih untuk mengaplikasikan dan mengikutinya (hlm. 141). Kareem mengajak pembaca agar selalu mengejar pengetahuan karena pengetahuan adalah kekuatan.
Ada sebanyak 24 muallaf tokoh dunia yang dituliskan Muhammad Yusuf Anas dan Lukman Santoso AZ dalam buku ini. Yusuf dan Lukman berharap dengan hadirnya buku ini pembaca dapat melihat lebih jernih serta menjadi seorang muslim yang lebih taat (taqwa). Kisah yang disampaikan juga renyah dibaca walau tidak semolek perjalanan novel atau cerpen karena yang ditekankan di sini berupa penghayatan dan pembelajaran.

Data Buku
Judul: Para Muallaf
Penulis: Muhammad Yusuf Anas dan Lukman Santoso AZ
Penerbit: Sabil (PT DIVA Press) Jogjakarta
Cetakan: Pertama, Juni 2013
Tebal: 222 Halaman
Peresensi: Achmad Marzuki, pemilik twitter @JuckyAntik

*Pernah tayang di Jateng Pos, 28 Juli 2013

Kamis, 11 Juli 2013

Resensi Makelar Rezeki

Menjadi Makelar Rezeki
Makelar rezeki bukanlah seperti Sinterclass yang akan mendatangi rumah-rumah di malam hari, kemudian menaburkan pelbagai kebutuhan si pemilik rumah tanpa diketahui. Bukan pula seperti makelar hutang yang akan mendatangi setiap orang yang memiliki hutang. Makelar rezeki adalah nama lain dari pengusaha yang menjalankan enterpreneurship secara matang. Untuk kebanyakan orang akan mengira bahwa menjadi pengusaha sangatlah sulit. Hal pertama yang dipikirkannya pasti mengenai modal awal yang tidak sedikit. Lalu bagaimana solusinya?
Buku ini adalah solusinya. Jamil Azzaini membongkar rahasia penyalur energi sukses dan mulia dalam buku bertajuk Makelar Rezeki terbitan Mizania ini. Secara garis besar buku ini terbagi atas lima bagian. Pertama, Jamil ingin menegaskan pada pembaca bahwa menjadi makelar rezeki bukan hal yang sulit. Bagian ini berisi tentang tujuan menjadi sukses, bahwasanya sukses untuk orang lain adalah kuncinya. Keinginan dan kesungguhan harus dibuktikan dengan cara menjadi pemain bukan komentator.
Bagian kedua menerangkan tentang metode mengalirkan energi makelar. Ada beberapa jalur khusus berupa  lajur harta (sedekah), lajur tahta (kaderisasi), lajur kata (pendidikan enterpreneurship), dan lajur cinta (beramal jalan menuju cinta). Dalam hal ini, Abu Marlo dalam bukunya Enterpreneurship Hukum Langit menyatakan jalan tercepat menuju kesuksesan bahagia ialah dengan sedekah. Membahagiakan orang lain akan membukakan jalan terang menuju kesuksesan masa depan.
Sebuah usaha yang baik adalah usaha yang tetap berjalan meski pemiliknya pergi jalan-jalan (hlm. 57). Inilah pentngnya sebuah kaderisasi (lajur tahta). Untuk memilih seorang kader tentunya memerlukan kapasitas dan loyalitas yang tinggi. Rumus awal yang ditawarkan Jamil adalah kejujuran. Orang yang telah berpegang pada kejujuran akan secara otomatis melahirkan kapasitas pribadi yang berkualitas serta loyalitas yang tinggi.
Lajur kata atau pendidikan enterpreneurship yang dilakukan Jamil bukan sekadar wacana. Jamil memberikan layanan pendidikan wirausaha berupa pesantren wirausaha bernama agrobisnis di delanggu, klaten, jawa tengah. Untuk sekadar melihat info dan kegiatan penggemblengan di pesantren wirausaha tersebut dapat dlihat di www.pesantrenwirausaha.net.
Bagian ketiga berisis tentang keuntungan menjadi makelar rezeki. Saya pikir bab tiga ini sekadar perangsang dan pengingat saja. Artinya ketika seseorang telah mendapat posisi zona ama dia akan cenderung melupakan yang di bawah. Sebagai perangsang karena setiap orang memiliki keingingan untuk membahagiakan diri sendiri dan orang-orang tercintanya. Kesuksesan juga akan menghantarkan kita pulang ke kampung akhirat dengan bekal yang melimpah, sebab kita telah mempermudah kehidupan orang-orang di sekitar kita.
Bagian keempat adalah inti dari buku ini. Menjadi makelar rezeki. Di sini lah pembaca diajak memasuki zona terlarang yang ujungnya berupa kenyamanan hidup secara materi. Tentu saja Jamil telah mengantisipasinya dengan beberapa peringatan di bagian sebelumnya agar pembaca tidak hanya fokus pada kebahagiaan materi. Hal yang terpenting dalam jalur menuju makelar rezeki adalah relasi. Konsep yang ditawarkan Jamil sama dengan konsep Rasulullah “Barang siapa ingin dlapangkan rezekinya dan dipanjangkan umrnya hendaklah ia menyambung silaturrahim”. Relasi, jejaring, kelompok, dan kerjasama menjadi pemcu awal menjadi makelar rezeki.
Rumus kedua ialah fokus. Fokus itu bukan berarti mengabaikan yang lain. Konsep yang digunakan fokus berupa rumus 80:20. Artinya 80% energi kita gunakan khusus pada bidang yang kita geluti, sedangkan energi 20% sisanya bisa digunakan untuk yang lain. Boleh saja BJ Habibi bermain basket atau bernyanyi lagu Ebiet. Tetapi waktu yang dihabiskan pasti lebih banyak di bidang pesawat terbang (hlm. 111). Orang-orang sukses menjadi dikenal dunia karena mereka ahli dalam bidangnya. Einstein dalam bidang fiskanya, steve jobs akan applenya, dan tokoh dunia lainnya.
Bagian kelima adalah kunci menjad makelar rezeki. Rezeki itu kadang datang dari arah yang tak terduga, siapkanlah wadahnya agar kita selalu siap untuk menampungnya (hlm. 106). Jamil mengajak pembaca untuk ikut berperan aktif menjadi makelar rezeki secara langsung, menciptakan wadah untuk mereka yang membutuhkan pekerjaan. Menjadi makelar rezeki berarti turun meningkatkan kualitas bangsa karena memutus tali kemiskinan dan membangun lajur ekonomi negara.
Buku ini ditulis dengan bahasa yang renyah, menarik, dan seperti orang yang bicara santai dengan pembaca. Jamil juga membumbuhi cerita-cerita pendek inspiratif yang terkadang konyol, heroik, sedih, dan lainnya. Jamil berharap buku ini dapat menjadi salah satu refferensi bagi para pemula. Jadilah makelar rezeki! Sesungguhnya sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang memberi manfaat untuk orang lain.
Data Buku
Judul: Makelar Rezeki
Penulis: Jamil Azzaini
Penerbit: Mizania, Bandung
Cetakan: (Edisi Baru) Mei 2013
Tebal: 200 Halaman
Peresensi: Achmad Marzuki
*Pernah tayang di Jateng Pos, 14 07 2013

Jumat, 05 Juli 2013

Resensi Indonesia Bagian dari Desa Saya


Indonesia di Mata Cak Nun
Logika yang dipakai Cak Nun cenderung terbalik dengan logika manusia kebanyakan. Seperti saat koran-koran dan berita televisi mengabarkan bahwa banyak pejabat-pejabat negara yang terbuka ‘kesalahannya’, keburukannya dengan prilaku korupsi. Tidak begitu logika yang dipakai. Menurut Cak Nun, media telah berhasil mengeluarkan ‘kebenaran’ pejabat-pejabat tersebut. Karena sesungguhnya ‘kebenaran’ para pejabat memang begitu adanya. Para pejabat tersebut memang benar telah melakukan kesalahan. Buku berjudul “Indonesia Bagian dari Desa Saya” juga demikian. Secara dejure desa lah yang merupakan bagian dari negara, bukan negara yang bagian dari desa.
Bagi Cak Nun, dunia kepenulisan adalah masa lalunya. Sekarang Cak Nun lebih inten membina serta membentuk karakter dan pola pikir bangsa dari akar bawah. Terbukti dengan adanya pengajian trdisionalis yang kerap diadakannya di berbagai kota tiap bulan sekali. Pengajian tersebut dikenal dengan nama maiyahan. Model pengajian ini juga berbeda dengan pengajian lainnya.
Dalam dunia maiyahan, semua orang dapat berbicara dengan bebas tentang apapun sesuai kapasitas dirinya. Sikap merdeka dalam berpikir inilah yang selalu dibawanya. Cak Nun dikenal sebagai seorang ulama yang sekaligus budayawan dan seniman. Ia membawa persoalan-persoalan remeh dan mendasar guna meluruskan cara pikir tunas bangsa. Gaya hedonis yang kian merajalela di pelosok negeri jangan sampai terus dibiarkan tanpa kontrol. Negara saat ini sudah cukup sibuk mengurusi tikus-tikus berdasi yang seolah memiliki ilmu halimunan itu.
Modernisme ala barat telah merasuki jiwa-jiwa orang desa yang ada di indonesia. Sebenarnya buku ini telah ditulis pada era tahun 70-an. Tetapi keadaan yang ditulis Cak Nun ini tetap konsisten serta masih relevan dengan kondisi bangsa sekarang. Pola pikir anak muda tetap menilai bahwa menjadi orang modern adalah dengan membeli gadget yang datang tiap waktu. Sama dengan cerita di halaman awal buku ini yang mengisahkan tentang orang desa yang membeli motor tetapi kondisi rumahnya seukuran 3x4 meter yang atapnya masih menggunakan rumbai, berdinding gedik, dan berlantai tikar. Dan pemiliknya merasa bangga. Sangat tidak matching. (hlm. 8)
Uniknya Cak Nun telah menuliskan kata ‘narsis’ yang baru santer pada tahun dua ribuan dalam buku yang ditulis pada tiga dekade lampau ini. Kata narsis memang merupakan sifat alamiah manusia yang selalu ingin dikenal eksistensinya. Cak Nun sangat sedih melihat fenomena yang terjadi zaman ini. "Zaman edan" yang ia gambarkan tiga dekade silam membuat kepala kita pusing, tetapi sekarang ini malah membuat kepala kita pecah! (hlm. 12) Hal ini menandakan kondisi bangsa ini benar-benar butuh bimbingan.
Dengan dicetakulangnya buku ini seolah-olah menandakan bahwa Cak Nun pintar meramal masa depan yang semakin karut-marut. Padahal tidak demikian, karena tulisan Cak Nun ini hanyalah buah dari hasil manifestasi pikirannya melihat fenomena kala itu. Seperti essai tentang Pak Kiai dan penjual cendol. Pak Kiai kedatangan tamu istimewa, karena itu ia ingin menjamu tamunya dengan istimewa pula. Pak Kiai ingin membeli semua cendol Pak Cendol. Tetapi Pak Cendol menolak dengan alasan; jika cendolnya diborong oleh satu orang, lantas bagaimana dengan orang lain yang juga menginginkan segarnya cendol tersebut? (hlm. 58)
Sepertinya dengan kisah Pak Kiai dan Pak Cendol ini Cak Nun ingin menanamkan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan tidak bisa dibeli dengan uang. Harus ada kesadaran hati yang kerap setia menolong siapapun yang membutuhkan. Karena hati akan selalu menilai dengan kebesaran jiwa penuh kasih.
Sebagaimana buku lainnya, buku ini juga memiliki kekurangan. Karena buku ini ditulis Cak Nun pada era 70-an, tentunya kapasitas Cak Nun belum separipurna sekarang. Seolah dalam buku ini, Cak Nun sedang berada pada masa pencarian jati diri yang penuh kegelisahan. Saya menilai bahasa buku ini sangat mahasiswa; yaitu penuh renungan, penuh dengan gejolak pemikir muda yang menghentak-hentak. Jika dibandingkan dengan cara pikir Cak Nun saat ini yang ditampilkan saat pengajian maiyahan sangat berbeda. Kata-kata yang dipakai pada buku ini cukup sulit diterka akal. Masih membutuhkan perenungan ulang untuk mencerna makna yang ada dalam isi kumpulan essai ini.
Tidak jarang Cak Nun mengutib streotip Jawa yang sarat akan makna dan hikmah. Keluwesan bahasa Jawa menambah wawasan kebangsaan yang berbau tradisional. Lewat buku ini, Cak Nun mengajak kita semua agar berhati-hati menghadapi modernisme barat dengan menguatkan nilai-nilai spiritualitas bangsa. Cak Nun di masa mudanya dikenal sebagai tunas bangsa penuh visioner, tampak dalam tulisannya adanya konstelasi pemikiran dan sikapnya melihat masalah sosial masa itu dalam buku ini.
Data Buku
Judul: Indonesia Bagian dari Desa Saya
Penulis: Emha Ainun Nadjib
Penerbit: Buku Kompas, Jakarta
Cetakan: II, Mei 2013
Tebal: xiv + 258 Halaman
Peresensi: Achmad Marzuki
*Pernah tayang di Koran Madura, 05 07 13

Resensi 12 Menit

Berani Bermimpi Adalah Langkah Awal Menuju Kemenangan
Mengasuh sebuah tim Marching Band di daerah pedalaman untuk menghadapi kompetisi Grand Prix Marching Band (GPMB)  tingkat nasional tidaklah mudah. Karena kepercayaan orang pelosok biasanya kurang percaya pada diri sendiri, yang artinya mereka telah kalah sebelum bertanding. Sebagai pelatih, Rene sadar betul keadaan itu dan ia tidak mau anak didiknya berkecil hati. Bagi Rene, semua orang memiliki kapasitas yang sama dalam meraih impian dan menggapai tujuan. Rene ingin menegaskan bahwa sebuah mimpi adalah kepercayaan awal untuk menang.
Rene adalah lulusan dari fakultas Music Education and Human Learning Universitas ternama di Amerika. Saat kuliah dulu dia pernah bergabung dengan Phantom Regiment, sebuah marching band terkemuka di dunia. Dari sini, Rene hadir dengan karakter penuh semangat juang nan profesional. Selama menjadi pelatih tim marching band di Jakarta, tiga tahun berturut-turut timnya menyabet gelar juara pada ajang GPMB di Jakarta. Dengan latar belakang seperti itulah Rene ingin membawa Marching Band Bontang Pupuk Kaltim ini menuju kemenangan.
Anak-anak didikan Rene memang berpotensi menjadi pemenang. Seperti pisau yang dibuat dari baja, tajam tak kenal tumpul, tetapi untuk menjadi pisau yang tangguh harus dibakar, dipukul, dibakar lagi, dipukul lagi dan diasah hingga mengkilat. Masalahnya,  yang dihadapi Rene bukan sekadar melatih teknik bermain musik, melainkan permasalahan dengan orangtua yang tak mendukung anaknya. Ini terjadi pada Eliane. Perempuan yang sejak mengenal biola telah menemukan dunianya; musik. Josuke Higoshi, ayah Eliane menganggap bahwa marching band cuma hura-hura. (hlm 71)
Kondisi sulit lainnya yang dihadapi Rene adalah; mempunyai anak didik yang memiliki keterbatasan pendengaran. Tara, perempuan berkerudung yang terus berusaha menguasai snare drum tetapi selalu saja gagal akibat kelemahannya. Tidak jarang Rene membentak Tara untuk selalu mengingat nada-nada. Dengan cara ajar Rene yang cukup keras membuat Tara berciut nyali, mengundurkan diri. Tara merasa, dirinyalah yang menjadi pengganjal dan gagalnya latihan.
Sikap bijak sang Opa menentramkan hatinya dengan memberi kiasan mobil mogok. Orang yang berusaha keras menuju kemenangan sama seperti mobil mogok yang didorong di jalan tanjakan, sulit dan berat. Jika dilepas akan merosot ke bawah dan harus mengulang lagi dari awal. Tetapi setelah tanjakan pasti ada jalan landai menuju bengkel terdekat. (hlm 155-161) Kejadian Tara juga merangsang Rene agar melihat sisi lain, yaitu mengajar dengan hati.
Ada lagi anggota Rene yang lain, Lahang. Pemuda yang untuk menuju tempat latihan harus melintasi jarak berkilo-kilo meter, yang di tengah jalan tak jarang bertemu buaya muara melintang. Tokoh Lahang hampir mirip dengan tokoh Lintang pada novel Laskar Pelanginya Andrea Hirata.
Sebuah janji pada sang ayah lah yang selalu mendorongnya berlatih keras. Dilema menimpa Lahang setelah tahu bahwa ayahnya meninggal karena kanker otak sebelum Lahang pulang membawa piala juara. Sekali lagi, Rene meyakinkan Lahang bahwa jika dia pulang saat ini, di detik-detik menjelang tampil di atas panggung, akan mengecewakan ayahnya.
“Kamu pernah bilang pada saya bahwa kamu ingin sekali membuat bapakmu bangga, bukankah ini waktunya? Kamu punya kesempatan membawa pulang piala kemenangan. Bapakmu memang tidak akan pernah melihatnya. Tapi, piala itu akan selalu membuatmu selalu ingat pada satu waktu dalam hidupmu kamu lakukan sesuatu yang kamu pikir tidak mungkin kamu lakukan” (hlm 317). Keyakinan Lahang tersulut setelah mendengar lengkingan elang. Ingat bahwa di kehidupan selanjutnya, ayahnya ingin menjadi elang, lambang dari keberanian menjalani hidup.
Novel setebal 343 halaman ini ditulis dengan kisah yang sedikit dramatis namun menginspirasi. Mengisahkan tentang keberanian menggenggam impian melawan pertentangan, memilih mimpi atau keinginan orangtua, menata kekurangan menjadikannya kelebihan, memupuk semangat menjadi pemenang. Oka Aurora seperti menanam bibit-bibit semangat dalam buku ini. Berharap para pembaca akan tertular semangat mempercayai mimpi menggapai tujuan menjadi pemenang. Itu semua berhasil dilakukannya. Pamungkas semangat tertulis di sampul belakang dari buku ini; “Mereka berlatih ribuan jam hanya demi 12 menit penentuan. Mereka bertekad membuktikan pada dunia. Bahwa mimpi harus dipercaya agar terwujud. Dreaming is believing!”.

Data Buku
Judul: 12 Menit
Penulis: Oka Aurora
Penerbit: Noura Books, Jakarta Selatan
Cetakan: Pertama, Mei 2013
Tebal: xiv + 343 Halaman
Peresensi: Achmad Marzuki, pemilik akun twitter @JuckyAntik

*Diikutsertakan dalam lomba resensi buku #12Menit di


Rabu, 03 Juli 2013

Resensi Catatan Harian Rasulullah


Mengintip Catatan Harian Rasulullah
Daya pikat Muhammad tidak bisa disangkal. Semua orang mengakui bahwa dirinya seolah-olah mendapat predikat manusia paripurna. Tidak hanya orang Islam yang menyanjung Nabi umat Islam ini. Para orientalis tak mau ketinggalan menelusuri jejak langkah Sang Nabi Agung. Seperti Annemarie Schimmel, salah satu orientalis terkemuka menuliskan Muhammad lebih objektif dalam bukunya yang berjudul “Cahaya Purnama Kekasih Tuhan”. Meachel H Hart pun menuliskan sosok Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh nomor satu sedunia. Sebenarnya seperti apa pola kehidupan Nabi akhir zaman ini?
Miftahul Asror Malik ini menuliskan kegiatan harian Nabi dalam buku berjudul Catatan Harian Rasulullah terbitan Real Books. Walaupun buku ini tidak mencakup seluruh kegiatan manusia nomor satu sedunia ini, setidaknya kita dapat meniru sikap positif dari beliau. Orang sekapasitas Nabi ternyata tidak menjalani hidup dengan berleha-leha dalam kenyamanan dunia. Ada banyak prilaku sosial yang selalu ditebar dalam lingkup kesejahteraan bersama. Kepemimpinannya bukan bersikap egoisme, melainkan dengan demokrasi pendapat para sahabat pula.
Kehidupan harian Nabi dimulai sejak pagi buta. Membersihkan badan dengan berwudu, bersiwak, dan beribadah (shalat) dua rakaat. Banyak doa-doa yang dibacanya, menandakan bahwa beliau masih membutuhkan pertolongan dari Ilahi Rabbi. Dilanjutkan dengan member nasehat-nasehat mencerahkan pada para sahabat. Sebenarnya Nabi bukanlah orang yang suka memberi nasehat, hanya saja membuat para sahabat mengerti dan paham akan Islam. Menanyakan apakah semalam ada yang bermimpi, setelah itu beliau menafsirkan mimpi para sahabat. (hlm. 39)
Nabi rutin mendatangi keluarga-keluarganya saat matahari menyingsing. Sebuah tanda rasa cinta pada keluarga. Lalu Nabi kembali lagi pada majelis kenabian yang biasa diisi dengan percakapan penuh hikmah dan pengetahuan. Tidak lupa, beliau juga menyambut para musafir dan utusan yang berniat bertemu beliau. Matahari telah setinggi tombak. Nabi mengajak para sahabat shalat dhuha. Setelah itu beliau melihat-lihat pasar Kota Madina guna mengetahui kegiatan umatnya. Bila ada yang mengundang atau ada yang sakit beliau akan mendatangi keluarga yang mengundangnya. Baru setelah itu beliau pulang untuk rehat sejenak (qailulah).
Bila matahari telah tergelincir dari titik zenith, beliau melaksanakan shalat duhur berjamaah bersama para sahabat, dilanjutkan dengan khutbah kenabian. Adanya khutbah kenabian bukan berasal dari ide Nabi sendiri, melainkan terjadi karena selalu saja ada orang yang meminta solusi dari permasalahan yang menimpanya.
Di penghujung hidupnya, sore hari. Nabi memanggil Bilal untuk mengantarkan pesan pada Abu Bakar bahwa; saat shalat ashar nanti agar diimami oleh Abu Bakar. Tetapi di hari-hari sebelumnya, Rasulullah selalu mendatangi istri-istrinya setelah waktu ashar. Inilah waktu-waktu yang dikhususkan untuk istri Nabi sebagai tanda cinta pada sang istri.
Piringan matahari telah ditelan malam. Nabi pergi ke masjid untuk shalat maghrib berjamaah. Setelah itu beliau berbagi-bagi pada kaum fakir miskin. (hlm. 109). Baru sehabis dari masjid, Nabi makan malam. Pola makan Nabi membuat pekerjaan lambung lebih sedikit. Saat makan, beliau mengunyak makanan hingga sangat halus. Memungut makanan yang dekat dengan beliau dan memulai makan dengan berucap bismillah. Bagi Nabi, malam bukanlah waktu untuk berpesta pora. Nabi melakukan ibadah yang bagi umatnya sunah tapi bagi beliau adalah wajib. Di tengah-tengah ibadahnya, beliau selalu menyelipkan doa untuk umatnya agar selalu berada pada jalan yang benar dan dirahmati Allah.
Sebenarnya buku ini bukanlah catatan harian rasulullah. Miftahul Asror Malik mencatat kegiatan harian rasulullah dengan refferensi al-Quran dan kitab-kitab karangan orang terdahulu (kitab al-mu’tabarah). Penulis buku ini berharap, dengan hadirnya buku sederhana nan mungil ini dapat dijadikan bahan instrospeksi diri. Karena dunia ini semakin edan dengan manusia yang juga edan. Selamat berinstrospeksi!

Data Buku
Judul: Catatan Harian Rasulullah
Penulis: Miftahul Asror Malik
Penerbit: Real Books, Jogjakarta
Cetakan: I, Maret 2013
Tebal: 160 Halaman
Peresensi: Achmad Marzuki

Resensi Para Pembangkang!


Mengambil Hikmah dari Kisah Kaum yang Dibinasakan
 “Sejarah kelam yang buruk pun penting diketahui, untuk dipelajari” Ahmad Tohari.
Buku berjudul lengkap Para Pembangkang! Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah karangan Muhammad Yusuf bin Abdurrahman ini pantas dibilang sebagai kumpulan sejarah kelam kaum terdahulu yang berprilaku buruk terhadap para utusan Tuhan. Hal ini akan menjadikan kita yang masih memiliki kesempatan untuk merenungkan sejarah kelam kaum para utusan yang berakhir tragis guna memperbaiki prilaku kita. Menghargai kehidupan akan lebih tertanam dengan mengingat dan mengetahui kejadian terdahulu yang berakhir nahas lantaran membangkang utusan Tuhan.
Ada tujuh kaum yang dibahas dalam buku ini. Mereka adalah kaum Nabi Nuh As, kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum Nabi Luth, kisah penduduk kaum Madyan, kisah Fir’aun, dan kisah negeri Saba’. Abdurrahman membahas kaum pembangkang ini dengan melihat dari pelbagai perspektif. Refferensi utama berupa al-Qur’an sebagai sumber sejarah. Bukti-bukti arkeologis juga dipaparkan dengan bahasa yang ringan dan mengena. Selain itu, Abdurrahman juga memaparkan risalah-risalah yang dibawa Nabi terdahulu serta menambahi hikmah dari kisah kaum terdahulu karena ingin membuat pembaca merenungi kisah tersebut.
Sejak kaum Nabi Nuh, manusia kaya raya cenderung memberontak dan tidak mau ikut ajaran yang dibawa Nabi Nuh. Mereka beranggapan bahwa orang yang kehidupan ekonominya cukup, atau bahkan berlebih, telah bebas melakukan berbagai prilaku, termasuk prilaku buruk.  Datangnya Nabi Nuh menjadikan dua golongan semakin kentara. Antara golongan orang-orang lemah dan fakir dan orang-orang kaya yang jumawa. Modus awal untuk menolak ajaran Nabi Nuh, para orang kaya menolak untuk menerima dakwah-dakwah yang dibawa Nabi Nuh dengan menutup lubang telinga mereka dengan jari kelingkingnya.
Hal ini sesuai dengan surat nuh ayat tujuh yang artinya “…mereka memasukkan anak jari mereka ke telinga mereka dan menutupkan baju mereka (ke muka mereka) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.” (hlm. 35) Saking sombong dan bebelnya kaum Nabi Nuh, masa dakwah selama lebih dari setengah abad hanya mendapatkan pengikut tidak lebih dari dua puluh orang. Karena kesombongan kaum Nabi Nuh, akhirnya Allah menumpas mereka dengan mendatangkan banjir bandang yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi.
Bukti arkeologis dari kaum Nabi Nuh teruji kebenarannya dengan ditemukannya bangkai bahtera Nabi Nuh di bukit Arafat. Pada abad 19, James Brice, arkeolog asal Inggris dari Universitas Oxford menemukan empat buah batu panjang yang diduga sebagai kayu tiang layar bahtera Nabi Nuh yang telah menjadi batu atau fosil. Enam belas tahun kemudian, Yoseph Nouri dari Prancis menemukan batu sebesar 300 kubik yang diduga sebagai dek kapal. Peneliti terkemuka, Dr. Robert Balard, seorang yang telah menemukan bangkai kapal Titanic dan Istana Cleopatra ini mengatakan bahwa fosil tersebut adalah bahtera Nabi Nuh, sebab tidak mungkin ada ‘benda asing’ di ketinggian 15.500 kaki. (hlm.56)
Selanjutnya adalah kisah dakwah Nabi Hud dan pembangkangan kaum ‘Ad. Kaum ‘Ad menilai bahwa segala sesuatu dapat diukur dengan seberapa kuat otot seseorang. Mereka menantang kebenaran dengan kesombongan fisiknya yang tangguh. Kecongkakan kaum ‘Ad menjadi-jadi, sampai ada kepala suku yang berujar “Siapakah yang dapat menghancurkan kami, wahai Hud?”. Lebih daripada itu, kaum ‘Ad menganggap Nabi Hud sebagai orang gila tanpa pola pikir yang waras. Allah membinasakan kaum laknat ini dengan mengirimkan angin topan yang menghancurkan segala bentuk tempat persembunyian mereka. Tentu saja, bencana ini tidak menimpa kaum Nabi Hud yang berjalan pada keimanan. Kebugaran badan kaum ‘Ad terbukti dengan ditemukannya kerangka raksasa oleh pasukan The Aramco Eksploration pada tahun 1975. (hlm 89)
Meskipun telah diperingatkan untuk mengambil hikmah dengan kisah kaum ‘Ad, ternyata hanya sebagian kecil dari kaum Tsamud yang memenuhi panggilan Nabi Shalih as. Memang, dimana ada kebaikan pasti ada keburukan. Karena kebaikan tidak akan dinilai kebaikan manakala tidak ada kejelekan. Walau begitu, kita tetap harus berusaha menjadi orang yang berjalan atas dasar kesejahteraan antar manusia melalui koridor yang benar. Abdurrahman sangat lihai melihat zaman yang kian edan. Dengan hadirnya buku ini, Abdurrahman berkeinginan agar masyarakat luas mencari hikmah sendiri dari kisah-kisah yang ia paparkan. Pelajaran yang terdapat dalam buku ini tidak berwajah menggurui melainkan bersahabat dengan kesadaran akal.
Data Buku
Judul: Para Pembangkang! Kisah-kisah kaum terdahulu yang dibinasakan allah
Penulis: Muhammad Yusuf bin Abdurrahman
Penerbit: DIVA Press, Jogjakarta
Cetakan: Pertama, April 2013
Tebal: 233 Halaman
Peresensi: Achmad Marzuki