20 12 14
Sebenarnya
judulnya terlalu sadis. Masih bingung cari diksi yang baik. Tapi setidaknya,
begini jelas kisahnya.
Semalam,
malam Sabtu, aku ditugasi menjaga ujian Diniyah Daltim. Semua anak didiknya santri
wati dari pelbagai instansi. Ada MTs, SMP, MAN, MA dan SMA. Tidak seperti
wanita biasanya. Mereka sangat jorok jika dinilai dari pandangan santri. Liar.
Suka memotong pembicaraan orang lain. Terbahak dengan mulut terbuka lebar. Mulutnya
bau, beraroma makanan murahan. Makan berdiri. Minum berjalan. Berjalannya
dengan sandal berbunyi memuakkan, seperti orang tak kuat ngangkat sandalnya
saja.
Santri wati sekarang juga
suka memelas jika ada maunya (di depan guru) dan tak mau dibebani tugas yang
meningkatkan kualitas. Manja. Sombong. Tak mau capek berfikir atau bersikap
sopan. Suka mengejek guru di depan gurunya saat pelajaran berlangsung. Mengabaikan
guru dengan rujaan di kelas saat gurunya menerangkan. Tiduran di lantai di
belakang bangku (lantai kelasnya bersih. Sepatu di luar kelas). Duduk di atas
meja di luar kelas sudah pemandangan biasa (yang kulihat di SMA, entah yang
lain).
Harus kunamai sebagai wanita
macam apa jika tingkah lakunya demikian adanya? Memang, itu hanya semua sifat
buruk mereka saja. Tak kusebutkan yang baik-baiknya. Kata mereka berarti
sifat-sifat sialan itu ada di banyak badan. Mayoritas, begitu lah realitasnya.
Ah, wanita jaman sekarang banyak yang kardi, semua inginnya musti terjadi. Jika
tidak, ia ngambek marah dan mengancam hal-hal yang membosankan. Masih terlalu
burukkah wanita begitu kunamai sebagai wanita busuk? Atau perempuan setan? Perempuan
setengah Medusa?
Berilah mereka hidayah ya
Allah. Bimbinglah kami menuju cinta abadimu. Ini bukan menyuruh atau menuntun
apalagi menuntut, tapi doa dan harapan. Aku tak tahu bahasa halus saat berdoa.
Yang jelas aku tak patut memaksa Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar