Semalam aku membaca amalan kejujuran hingga tertidur. Dalam tidurku aku bermimpi aneh. Bertemu dengan kupu-kupu kejujuran. Kupikir kupu-kupu tersebut dinamai kejujuran oleh seseorang, tapi sebenarnya itulah kejujuran. Sifat jujur berbentuk kupu-kupu. Sekilas memang seperti kupu-kupu biasa. Ternyata ada yang aneh. Sayapnya hanya satu dan berbulu seperti sayap burung. Warnanya tidak membosankan, seperti warna aurora di langit kutub. Antenanya ada tiga. Matanya biru tosca. Dan bisa bicara.
Aku berada di kebun yang semua daunnya berbeda warna. Hijau tua, agak tua, muda, dan agak muda. Merah tua, merah cerah, merah buram, dan merah muda. Kuning pekat, kuning cerah, dan kuning muda. Aku sampai tidak tahu nama-nama warna yang beraneka tersebut. Dari sekian warna daun, yang paling kusenangi adalah daun yang berwarna senja. Bukan orange. Di setiap daun terdapat kupu-kupu kejujuran yang warna sayapnya serupa warna daunnya.
"Kau tersesat?" Seekor kupu-kupu sebesar burung pipit menyapaku.
"Entahlah! Tapi aku senang berada di tempat ini."
"Ya, karena kau orang yang jujur." Kupu-kupu lain menjawabnya. Bentuknya lebih kecil lagi.
"?" Aku mengerutkan alis dan dahi pertanda tak mengerti.
"Orang jujur akan memimpikan kami. Bentuk asli kejujuran..."
"Kupu-kupu?"
"Manusia mengenal bentuk kami sebagai kupu-kupu. Tapi kami bukan kupu-kupu. Kami kejujuran."
***
Aku terbangun saar azan subuh mengalun. Jiwaku masih tertegun. Mana mungkin kejujuran berbentuk kupu-kupu? Padahal sayapnya sangatlah rapuh. Aku duduk bersimpuh. Merenung. Apa ini bentuk tenung? Ah, ini hanya mimpi yang tak agung. Jangan sampai membuatku bingung.
***
Pagi ini pandanganku terasa berbeda. Seperti tembus pandang. Aku melihat orang-orang hanya terbagi dua macam. Pertama, terang benderang dengan sayap di belakang dan yang kedua, terlihat buram kelam dan...penuh belatung.
Para lelaki di depan wanita seksi berbicara berbusa-busa belatung. Seolah dalam perutnya tersimpan ribuan belatung yang menjijikkan. "Merekalah para pembohong." Terdengar suara dengung dalam kepalaku. Ketika kutoleh orang yang benderang aku mendengar suara: "Merekalah orang-orang jujur". Dari badannya beraroma wangi. Pundak mereka kokoh seperti atlit. Astaga! Inikah maksud mimpiku semalam?
Aku dapat melihat dengan jelas antara orang yang bohong dan yang jujur. Aku berusaha bersikap seperti orang biasanya. Menyapa temanku yang mulutnya banyak memuntahkan belatung. Wew! Memuakkan! Mereka berniat tersenyum tapi yang kulihat mereka sedang menyeringai menakutkan.
Lidahku seolah terprogram hanya mengucap kejujuran setelah mimpi semalan. Bibirku jadi kaku saat berniat berbohong. Untuk itu, aku lebih suka diam daripada berbincang-bincang dengan temanku. Tapi bibir dan lidahku lebih banyak terasa kaku ketimbang mengeluarkan suara.
"Mengapa mulutmu penuh belatung!" Komentar reflekku saat ditanya tentang penampilannya.
"Sialan kau!" Balas temanku.
"Aku bercanda." Satu belatung meloncat dari mulutku.
Dari sekian banyak teman, hanya sebagian kecil yang mulutnya tidak berbelatung. Dia memang selalu blak-blakan saat bicara. Tapi itulah kejujuran.
Aku merasa bahwa ini adalah hari teraneh dalam hidupku. Sekarang sudah malam. Sudah waktunya tidur. Di samping ranjang ada cermin besar menghadapku. Tak sengaja aku melihat diriku dalam cermin. Astaga! Mulutku memang bersih tak ada belatung, tapi pandanganmu menembus daging dadaku. Di sela-sela ruas tulang rusukku terselip belatung-belatung yang menumpuk. Jantungku dikerubungi belatung. Paru-paruku tertutup belatung. Ususku dijalari ratusan belatung. Di sudut hati terdalam, ada satu kupu-kupu dengan sayap berwarna senja.
Probolinggo, 211214•
Tidak ada komentar:
Posting Komentar